Seorang wanita yang sedang berbaring di tempat tidur sebuah rumah sakit tampak setengah tak percaya saat mendengar ucapan dokter yang merawatnya. Dokter mengatakan, ginjalnya sudah rusak, tidak bisa lagi berfungsi dan ia disarankan untuk segera menjalani proses cuci darah sebagai pengganti ginjal.
Seumur hidupnya, belum pernah wanita ini berpikir akan menjalani proses cuci darah. Namun, kenapa ia bisa mengalami hal ini? Padahal, ia selama ini tidak pernah mengalami gejala atau keluhan sakit apa pun?
Ilustrasi kasus di atas sering kali ditemukan di masyarakat. Bisakah seseorang tiba-tiba divonis mengalami gagal ginjal kronik tanpa sebelumnya menunjukkan gejala? Jawabannya adalah ya.
Menurut dr Candra Wibowo, SpPD, spesialis penyakit dalam di Rumah Sakit Mitra, Kemayoran, Jakarta, masyarakat memang perlu mewaspadai penyakit ginjal kronik (PGK) karena penyakit yang satu ini tidak memberikan gejala peringatan dini.
Sering kali fungsi ginjal pasien diketahui sudah jauh memburuk sehingga harus digantikan segera dengan terapi pengganti ginjal (TPG) seperti hemodialisis atau dikenal juga dengan sebutan cuci darah, peritoneal dialisis. Jika memungkinkan, dilakukan cangkok ginjal untuk menggantikan ginjal yang rusak.
Di Indonesia, banyak pasien datang berobat ke dokter dengan kondisi PGK pada stadium lanjut karena tak mengalami keluhan selama bertahun-tahun. Candra menjelaskan, pasien kerap datang dalam stadium lanjut tanpa gejala sebelumnya. Padahal, penurunan fungsi ginjal sebenarnya terjadi secara bertahap dalam waktu lama sehingga tubuh sudah mengadaptasinya tanpa keluhan yang berarti.
Namun, ketika PGK mencapai stadium lanjut, tubuh tidak dapat lagi mengeluarkan zat-zat yang harusnya keluar dari tubuh. Sebagai akibatnya, zat yang harusnya keluar tersebut menjadi racun bagi tubuh kita.
Semakin lama tumpukan racun dan sisa metabolisme sel dapat memberikan gejala mual, muntah, selera makan turun, bengkak, batuk, dan sesak, kulit kering dan gatal, bahkan napas bau urine. Akibat yang fatal bisa terjadi, seperti irama jantung menjadi tidak teratur, gagal jantung, dan penurunan kesadaran yang disebut koma uremikum, sampai meninggal mendadak. Jika sudah mengalami gejala seperti di atas, mau tidak mau dibutuhkan terapi pengganti ginjal secepatnya sehingga biasanya pasien akan disarankan untuk dicuci darahnya secepatnya oleh dokter.
Bagaimana kita dapat mengenal gejala dan tanda-tanda dini PGK? Pasien harus melakukan deteksi dini dengan cara penapisan (screening), terutama pada orang yang mempunyai faktor risiko PGK. Mereka adalah pengidap diabetes melitus atau kencing manis, darah tinggi, obesitas, kolesterol, asam urat, batu saluran kemih, dan infeksi saluran kemih berulang.
Pasien dengan riwayat pernah mengalami gangguan fungsi ginjal, atau memiliki riwayat penyakit dalam keluarga dengan penyakit ginjal hendaknya juga melakukan deteksi dini. Kita yang berusia lebih 40 tahun tanpa gejala sebaiknya juga melakukan penapisan umum (general medical check-up) untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan secara keseluruhan.
Hal ini penting karena penyebab sebagian besar (60-70 persen) PGK adalah sekunder, yang artinya penyakit awalnya bukan berasal dari ginjal itu sendiri, tetapi berasal dari penyakit sistem organ lain seperti diabetes, hipertensi, hiperurisemia, kolesterol, obesitas, penyakit jantung dan hati, serta otoimun.
Dengan mengendalikan faktor risiko, kita dapat mencegah PGK atau memperlambat kerusakan ginjal lebih lanjut sehingga tidak masuk ke stadium akhir yang memerlukan TPG.
"Mengendalikan faktor risiko tersebut tidak harus selalu dengan obat, tapi yang paling mudah yang dapat Anda lakukan adalah perubahan gaya hidup dan hal ini merupakan pilar utama dalam pencegahan PGK. Gaya hidup sehat yang melekat dalam aktivitas sehari-hari amat membantu dalam membentuk kesehatan jasmani dan rohani kita," papar Candra.
Menurunkan berat badan adalah PR yang sulit bagi mereka yang sudah dalam kondisi obesitas. Diet dan olahraga hendaknya dipahami benar sehingga target berat badan ideal dapat dicapai. Makanan tidak sehat yang sering kali dikonsumsi saat waktu luang dapat diganti dengan buah-buahan sebagai cemilan sehat.
Lebih lanjut, Candra menyarankan untuk mengurangi menu berlemak, makanan manis, dan junk food. Makanan cepat saji harus dihindari karena merupakan makanan tak sehat. Olahraga juga sebaiknya dilakukan minimal empat kali seminggu dan selama 30 menit tiap sesi.
Diet dan olahraga yang baik terbukti dapat mencegah PGK dan menurunkan progresivisitas dari PGK. Dengan gaya hidup yang sehat tersebut, kita dapat mengendalikan penyakit-penyakit dasar yang menjadi faktor risiko PGK.
kompas.com
No comments:
Post a Comment