Belakangan di berbagai media cetak atau elektronika sering kita baca, dengar, atau tonton iklan bahan makanan atau makanan yang diklaim produsennya sebagai produk "sehat". Umpamanya, minyak goreng X atau kacang Y tidak mengandung kolesterol. Bahkan, ada pasar swalayan yang menuliskan secara mencolok beras Z yang dijualnya tidak mengandung kolesterol. Maksudnya jelas, orang yang tidak menginginkan kolesterol darahnya tinggi akan membeli produk tersebut tanpa perasaan khawatir menderita penyakit jantung koroner atau hipertensi misalnya. Benarkah informasi yang disampaikan? Benar! Namun, ada suatu yang kurang, bila informasi iklan tersebut ditelan mentah-mentah.
Seseorang yang mengonsumsi camilan yang digoreng minyak X, kacang Y, atau nasi dari beras Z dalam jumlah banyak dan menjadikan hal tersebut sebagai kebiasaan sehari-hari tidak dijamin kadar kolesterol darahnya tetap normal. Bisa saja kadar kolesterol darahnya merangkak ke atas batas-batas normal. Mengapa? Untuk membahasnya, kita berkenalan dulu dengan kolesterol.
Kolesterol adalah golongan lemak tidak kasat mata, yang dibentuk dalam jumlah terbatas di dalam tubuh (cholesterol endogen) atau didapat dari makanan hewani (cholesterol eksogen). Sebagian besar lemak di dalam tubuh dan makanan terdapat dalam bentuk trigliserida, yang dapat berbentuk lemak jenuh (saturated fat) dan lemak tak jenuh (unsaturated fat). Lemak jenuh terutama ditemui dalam makanan berasal dari hewan macam mentega, daging berlemak, organ-organ tubuh, dan susu berlemak (whole milk). Juga dari bahan makanan nabati tertentu seperti santan, minyak kelapa, dan minyak kelapa sawit. Lemak tak jenuh dijumpai dalam bahan makan dari tumbuhan macam minyak tumbuhan selain minyak kelapa dan kelapa sawit, alpukat, dan makanan nabati lainnya. Lemak jenuh dan kolesterol itulah yang dapat menambah risiko seseorang terserang penyakit kardiovaskuler, seperti penyakit jantung koroner atau hipertensi.
Kolesterol tidak disintesis oleh tumbuhan, termasuk sayuran dan buah. Bahan makanan yang banyak mengandung koleste-rol adalah kuning telur, daging terutama daging merah, dan hati. Kuning telur (dengan bobot sekitar 10 g) dari sebutir telur mengandung kolesterol 150 mg. Daging sapi seberat 50 g memiliki kandungan kolesterol 35 mg. Sedangkan hati mengandung 150 mg kolesterol dalam setiap 50 g-nya. Yang paling tinggi kandungan kolesterolnya adalah otak, yakni setiap 50 g terkandung 1.100 mg kolesterol.
Di dalam tubuh kita, kolesterol disintesis dari asetil koenzim-A (asetil Ko-A). Asetil Ko-A sendiri berasal dari metabolisme zat gizi sumber kalori (karbohidrat, lemak, dan protein). Jadi, semua zat gizi sumber energi dapat menghasilkan asetil Ko-A, yang selanjutnya masuk ke dalam sel menjadi bahan baku energi bagi tubuh kita. Dengan sendirinya bila jumlah asetil Ko-A di dalam tubuh meningkat, akibatnya antara lain kadar kolesterol darah akan meningkat pula. Hal tersebut dapat menerangkan mengapa seseorang yang sehari-hari mengonsumsi bahan makanan sumber energi dalam jumlah besar kadar kolesterol darahnya dapat meninggi. Meskipun bahan makanan atau makanan tadi tidak mengandung kolesterol.
Di dalam tubuh kolesterol terdapat di bagian luar sel-sel saraf. Fungsinya untuk membantu menghantarkan konduksi dan transmisi tanda-tanda elektrik (electric signals). Tanpa kolesterol, sel-sel saraf tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik sehingga koordinasi gerak tubuh terganggu. Kolesterol juga berperan dalam memproduksi empedu, hormon steroid, dan vitamin D.
Oleh karena itu, setiap orang perlu asupan kolesterol. Namun, tidak boleh berlebih. Asupan aman bagi orang dengan kadar kolesterol normal, adalah kurang dari 300 mg/hari. Ada pula yang berpendapat batas amannya 200 - 240 mg/hari. Yang perlu diingat, meskipun tidak mengandung kolesterol, bahan makanan dan makanan sumber kalori di dalam tubuh tetap akan menghasilkan kolesterol. Karena itu, kita perlu bersikap kritis terhadap pesan-pesan dalam iklan produk makanan dan bahan makanan.
No comments:
Post a Comment