Friday, May 9, 2008

PEMBERIAN VAKSIN CAMPAK DENGAN CARA DIHIRUP

Selama ini vaksin campak masih diberikan dengan cara disuntik ke anak-anak yang terkadang membuatnya takut. Tapi kini tengah dikembangkan vaksin campak yang bisa dihirup (inhalable) sehingga tidak membuat anak menjadi takut dan sakit.

Meskipun vaksin campak sudah ada sejak lama, tapi sekitar 164.000 anak meninggal akibat penyakit ini di seluruh dunia setiap tahunnya. Pengembangan vaksin ini sendiri memerlukan waktu hingga 5 tahun.

Vaksin campak ini berbentuk serbuk yang inhalable dan serbuk yang terdapat dalam kantung vaksin merupakan campuran dari 'supercritical' karbondioksida dan bentuk yang lemah dari virus campak.

Gelembung (bubble) dan tetesan yang mikroskopis akan diproduksi menjadi kering sehingga dapat dibuat serbuk, lalu dimasukkan ke dalam kantong kecil dengan penutup plastik silinder seperti penutup pada botol minuman plastik.

Penggunaannya dengan cara seseorang mengambil napas dalam-dalam lalu serbuk tersebut akan langsung masuk ke dalam paru-paru. Hal ini dikarenakan penyakit campak menyerang saluran pernapasan.

Uji klinis vaksin ini terhadap manusia akan mulai dilakukan pada minggu berikutnya, dan vaksinasi ini termasuk dalam pengobatan murah dan mudah karena seseorang hanya menghirup uap yang ada di dalam kantong.

"Salah satu tujuan kami melakukan proyek ini adalah untuk menyingkirkan penggunaan jarum suntik, karena cara seperti itu bisa menakut-nakuti orang, membuat mereka terluka, menularkan penyakit dan adanya masalah pada sistem pembuangan jarum bekas pakai tersebut," ujar Profesor Robert Sievers, peneliti utama dari University of Colorado, AS, seperti dikutip dari Dailymail, Jumat (7/6/2010).

Profesor Sievers menuturkan cara vaksin terbaru ini akan sangat berguna dipakai di negara-negara miskin seperti India yang sekitar dua per tiga dari semua kasus kematian akibat campak terjadi di sana.

"Masalahnya bukan hanya jarum yang bisa menakutkan sebagian orang, tapi jarum ini juga berpotensi menjadi alat penyebaran penyakit di negara-negara miskin ketika orang-orang menggunakan kembali jarum yang sudah dipakai," tambahnya.

Riset Kesehatan Dasar 2010 Utamakan 2 Penyakit Menular

Jakarta, Kementerian Kesehatan RI akan kembali melakukan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Dalam riset kali ini akan diutamakan riset biomedis 2 penyakit menular malaria dan tuberculosis (TBC).

Hasil riset tersebut akan dilaporkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di New York, 20-22 September 2010. Dalam KTT tersebut, sekitar 189 kepala negara akan mengevaluasi kemajuan yang telah dicapai dari tujuan Millenium Development Goals (MDGs). Evaluasi didasarkan apda data yang tersedia sejak 1990 hingga sekarang.

"Tujuan riset ini adalah melengkapi data yang belum tersedia pada tahun 2010, sehingga lebih sederhana dibandingkan Riskesdas 2007," kata Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi dan Status Kesehatan Kementerian Kesehatan, Dr dr Trihono Msc, dalam jumpa pers di kantor Kemenkes, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Jumat (7/5/2010).

Jika keterwakilan Riskesdas 2007 menjangkau tingkat nasional hingga kabupaten, tahun ini hanya sampai tingkat provinsi.

Jumlah sampel rumah tangga yang dilibatkan pada riset ini hanya 70 ribu, sementara pada 2007 mencapai 280 ribu. Jumlah blok sampel juga turun dari 1.800 pada 2007 menjadi 2.800 pada 2010.

Data dikumpulkan melalui wawancara, pengukuran dan pemeriksaan laboratorium. Cakupannya lebih sedikit, difokuskan pada indikator-indikator yang berhubungan dengan 8 tujuan MDG.

Riset biomedis hanya mengamati 2 jenis penyakit menular, yakni malaria dan tuberculosis (TB). Data dikumpulkan melalui pemeriksaan berat badan, darah serta dahak.

HIV/AIDS hanya diamati di tingkat individu, melalui wawancara. Tidak ada pemeriksaan biomedis, karena hanya mengamati pengetahuan, sikap dan perilaku responden.

Riset akan dimulai dengan pencetakan kuisioner pada bulan April, dan ditargetkan selesai pada Agustus 2010. Untuk riset tersebut, Kemenkes RI menganggarkan dana sekitar Rp 152 miliar.
healthdetik