Batu bata tumbuk adalah menu tetap Ilham Nasir Firmansyah, bocah berusia lima tahun warga Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kudapan tak lazim ini sudah jadi santapan Ilham selama setahun terakhir. Ilham sanggup menghabiskan satu batu bata tumbuk dalam empat hari.
"Satu batu bata bisa habis dalam empat hari. Sudah setahun dia begini," ujar Atin (35), ibunda Ilham, ketika ditemui di warung kelontongnya di Jalan Jembatan Selatan, Kebayoran Baru.
Ilham yang sore itu juga ada di warung tersebut, tak peduli dengan orang-orang di sekelilingnya. Dia asyik menjilati tangannya yang berlepotan dengan bubuk batu bata. Di depannya, terdapat beberapa piring plastik kecil berisi bubuk batu bata dan sebuah saringan. Bubuk berwarna merah itu juga belepotan di wajah si bocah. Untuk anak usia lima tahun, Ilham tergolong kurus dan kurang aktif. Ilham juga enggan berbicara. Bahkan, dia menyembunyikan wajahnya ketika Warta Kota hendak memotretnya.
Menurut Atin, bagi ilham, batu bata tumbuk sudah jadi makanan tetap seperti halnya nasi. Serbuk batu bata bukan sekadar cemilan atau makanan selingan. Bila orangtuanya tidak menyediakan batu bata tumbuk, Ilham bakal marah dan ngambek.
Ilham yang anak kedua, menurut Atin, sejak usia lima bulan menderita penyakit thalassemia. Sedangkan kebiasaan menyantap batu bata berawal ketika Ilham bersama orangtuanya mudik ke Kebumen, Jawa Tengah. Suatu hari, saat bermain pasir di halaman rumah kakek-neneknya, Ilham memasukkan segenggam pasir ke mulutnya.
Saat mengetahui hal itu, Atin memarahi Ilham. Namun, ketika kembali ke Jakarta, Ilham memiliki kebiasaan baru yakni menumbuk batu bata lalu memakan serbuk batu bata tersebut. "Kalau dilarang, ia malah ngamuk, ya sudah sekarang dikasih sekalian," katanya.
Ilham adalah anak kedua dari pasangan Atin-Nasiran (35), warga Gang Lima, Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sang kakak, Khotimah (15), tinggal bersama kakek-neneknya di Kebumen.
Nasiran yang buruh bangunan tak mampu membawa Ilham ke rumah sakit. Hingga Ilham berusia sekitar tahun, bocah ini rutin menjalani transfusi darah di RS Fatmawati, Jakarta Selatan. Namun, karena biayanya mencapai Rp 2,5 juta untuk sekali transfusi, Nasiran pun tak sanggup lagi. Dua tahun terakhir, Ilham dibawa berobat ke seorang tabib di Pondokgede, Bekasi. "Setelah dua tahun berobat di tabib, kondisinya sudah lumayan. Dia harus makan empedu bebek dan obat dari tabib itu," jelas Atin.
Atin berharap, pengobatan oleh tabib tersebut dapat membuat Ilham sembuh total dari penyakit thalassemia. Dalam seminggu, Ilham empat kali dibawa ke tabib tersebut. Menurut Atin, sang tabib juga tidak melarang Ilham mengonsumsi batu bata. Namun Ilham tetap saja menjilati bubuk bata mulai dari pagi, saat Atin buka warung, hingga Atin tutup warung sekitar pukul 19.00.
Saat ini Ilham belum sekolah. Atin, sembari menunggui warungnya, mengajari Ilham baca tulis. "Nanti langsung masuk SD saja, nggak usah TK," kata Atin. Atin hanya bisa berdoa dan berharap anaknya bisa segera sembuh dari penyakit thalassemia sehingga bisa tumbuh dan berkembang seperti anak lainnya.
Penyakit Thalassemia
Di laman Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia (PHTDI) dijelaskan, thalassemia adalah penyakit yang disebabkan kekurangan salah satu zat pembentuk hemoglobin (Hb) sehingga produksi hemoglobin berkurang. Thalassemia adalah penyakit keturunan dengan gejala utama pucat, perut tampak membesar karena pembengkakan limpa dan hati, dan apabila tidak diobati dengan baik akan terjadi perubahan bentuk tulang muka dan warna kulit menjadi menghitam.
"Satu batu bata bisa habis dalam empat hari. Sudah setahun dia begini," ujar Atin (35), ibunda Ilham, ketika ditemui di warung kelontongnya di Jalan Jembatan Selatan, Kebayoran Baru.
Ilham yang sore itu juga ada di warung tersebut, tak peduli dengan orang-orang di sekelilingnya. Dia asyik menjilati tangannya yang berlepotan dengan bubuk batu bata. Di depannya, terdapat beberapa piring plastik kecil berisi bubuk batu bata dan sebuah saringan. Bubuk berwarna merah itu juga belepotan di wajah si bocah. Untuk anak usia lima tahun, Ilham tergolong kurus dan kurang aktif. Ilham juga enggan berbicara. Bahkan, dia menyembunyikan wajahnya ketika Warta Kota hendak memotretnya.
Menurut Atin, bagi ilham, batu bata tumbuk sudah jadi makanan tetap seperti halnya nasi. Serbuk batu bata bukan sekadar cemilan atau makanan selingan. Bila orangtuanya tidak menyediakan batu bata tumbuk, Ilham bakal marah dan ngambek.
Ilham yang anak kedua, menurut Atin, sejak usia lima bulan menderita penyakit thalassemia. Sedangkan kebiasaan menyantap batu bata berawal ketika Ilham bersama orangtuanya mudik ke Kebumen, Jawa Tengah. Suatu hari, saat bermain pasir di halaman rumah kakek-neneknya, Ilham memasukkan segenggam pasir ke mulutnya.
Saat mengetahui hal itu, Atin memarahi Ilham. Namun, ketika kembali ke Jakarta, Ilham memiliki kebiasaan baru yakni menumbuk batu bata lalu memakan serbuk batu bata tersebut. "Kalau dilarang, ia malah ngamuk, ya sudah sekarang dikasih sekalian," katanya.
Ilham adalah anak kedua dari pasangan Atin-Nasiran (35), warga Gang Lima, Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sang kakak, Khotimah (15), tinggal bersama kakek-neneknya di Kebumen.
Nasiran yang buruh bangunan tak mampu membawa Ilham ke rumah sakit. Hingga Ilham berusia sekitar tahun, bocah ini rutin menjalani transfusi darah di RS Fatmawati, Jakarta Selatan. Namun, karena biayanya mencapai Rp 2,5 juta untuk sekali transfusi, Nasiran pun tak sanggup lagi. Dua tahun terakhir, Ilham dibawa berobat ke seorang tabib di Pondokgede, Bekasi. "Setelah dua tahun berobat di tabib, kondisinya sudah lumayan. Dia harus makan empedu bebek dan obat dari tabib itu," jelas Atin.
Atin berharap, pengobatan oleh tabib tersebut dapat membuat Ilham sembuh total dari penyakit thalassemia. Dalam seminggu, Ilham empat kali dibawa ke tabib tersebut. Menurut Atin, sang tabib juga tidak melarang Ilham mengonsumsi batu bata. Namun Ilham tetap saja menjilati bubuk bata mulai dari pagi, saat Atin buka warung, hingga Atin tutup warung sekitar pukul 19.00.
Saat ini Ilham belum sekolah. Atin, sembari menunggui warungnya, mengajari Ilham baca tulis. "Nanti langsung masuk SD saja, nggak usah TK," kata Atin. Atin hanya bisa berdoa dan berharap anaknya bisa segera sembuh dari penyakit thalassemia sehingga bisa tumbuh dan berkembang seperti anak lainnya.
Penyakit Thalassemia
Di laman Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia (PHTDI) dijelaskan, thalassemia adalah penyakit yang disebabkan kekurangan salah satu zat pembentuk hemoglobin (Hb) sehingga produksi hemoglobin berkurang. Thalassemia adalah penyakit keturunan dengan gejala utama pucat, perut tampak membesar karena pembengkakan limpa dan hati, dan apabila tidak diobati dengan baik akan terjadi perubahan bentuk tulang muka dan warna kulit menjadi menghitam.
No comments:
Post a Comment