Khasiat Temulawak Untuk Atasi Hepatitis B
Temulawak (Curcuma xanthorriza) merupakan tanaman tahunan, dengan ciri utama rimpang berukuran besar, berwarna cokelat kemerahan atau kuning tua. Di Jawa Barat tanaman ini dikenal dengan nama koneng gede. Belakangan ini temulawak makin “naik daun”, harganya mencapai US$ 300/ton, dengan tingkat permintaan dunia mencapai 30.000 ton per tahun, sedangkan Indonesia baru bisa menyuplai 10 persen. Meningkatnya nilai ekonomi temulawak, terutama disebabkan informasi yang meluas menyangkut khasiatnya dalam meredakan penyakit seperti hepatitis B. selain itu, terjadi peningkatan minat masyarakat terhadap obat-obatan dari tumbuhan alami (fitofarmaka).
Berdasarkan catatan Kontan (Desember 2000), tahun 2000 omzet obat alami secara nasional mencapai Rp. 1 triliun, dan tahun 2001 diperkirakan meningkat jadi Rp. 1,4 triliun. Sedangkan tahun 2008 melonjak jadi Rp. 7,8 triliun. Menurut data dari Asosiasi Gabungan Pengusaha dan Obat Tradisional (GP Jamu), omzet jamu Indonesia tahun 2009 mencapai Rp 8,5 triliun dan sampai akhir 2010 telah mencapai sekitar Rp 10 triliun.
Bagaimana mekanisme atau cara kerja temulawak dalam memerangi penyakit hepatitis, belum ditemukan data yang akurat. Namun berdasarkan pengalaman masyarakat, khasiat temulawak dalam mengobati hepatitis menjadi sulit untuk diragukan. Sejak jaman baheula, temulawak sudah dikenal sebagai jamu yang ampuh untuk mengatasi sebab perut atau penyakit kuning (lever atau sakit kuning).
Pengalaman dr. Melly Budhiman, seorang psikiater di Jakarta, sebagaimana diungkapkan dalam Intisari (September 1996), berawal dari gejala-gejala cepat lelah, nafsu makan menurun dratis, kadang-kadang sampai muntah, dan bola mata kekuningan. Dari hasil pemeriksaan, ternyata terserang virus hepatitis B, yang kemungkinan ditularkan melalui jarum suntik yang tercemar virus.
Dalam perkembangannya, berdasarkan pemeriksaan lengkap melalui scanning dan biopsi dinyatakan menderita hepatitis kronis aktif, kemudian berkembang menjadi sirosis hepatis. Satu-satunya obat yang diberikan, kortikosteroid dengan dosis cukup tinggi 4 x 10 mg. namun ternyata menimbulkan efek samping berupa bengkak-bengkak pada tubuh, dan pemeriksaan fungsi hati menunjukkan hasil yang buruk. Setelah memperoleh informasi menyangkut khasiat temulawak, dr. Melly lantas mengkonsumsi sari temulawak (rebusan temulawak) selama empat bulan berturut-turut. Hasil biopsi oleh Dr.Sadikin Darmawan, seorang patolog senior, menyatakan bahwa kondisi hati dr.Melly sehat. Pengalaman serupa juga diungkapkan oleh seorang ibu di Bandung, setelah menempuh pengobatan alternatif di Garut selama lebih dari setahun (menggunakan ramuan tradisional, dengan bahan utama temulawak), penyakit hepatitisnya dinyatakan sembuh.
Penyakit hepatitis merupakan infeksi oleh virus (penyakit peradangan pada hati). Hepatitis A disebabkan oleh virus Hepatitis A, hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B, Hepatitis C disebabkan oleh virus Hepatitis C. masih ada jenis lainnya yaitu Hepatitis Delta dan Hepatitis E yang kurang dikenal di Indonesia.
Menurut Dr.Efendi Oswari, DPH (1995), Hepatitis A umumnya ditularkan melalui mulut, misalnya melalui gelas atau sendok bekas yang dipakai penderita Hepatitis A. bisa juga melalui keringat penderita atau melalui jarum suntik bekas.
Virus Hepatitis B dapat ditularkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui ibu hamil. Bayi yang terserang virus, sistem kekebalannya belum berkembang dengan sempurna, sehingga akan menjadi pengidap kronis (sakit bertahun-tahun). Bila bayi penginap itu wanita, kemungkinan besar akan menularkannya pada anak-anaknya di kemudian hari. Bila tidak ditangani, dalam jangka waktu 20-40 tahun kemudian, bayi pengidap virus berpeluang menjadi orang dewasa yang mengalami sirosis hati (hati membatu), yang akhirnya berubah menjadi kanker hati. Sementara Prof.dr.Suwandhi Widjaja SpPD, PhD (2001), pakar hepatologi, menyatakan bahwa infeksi virus hepatitis B pada anak berusia di bawah lima tahun (balita), ternyata bukan hanya terjadi karena transmisi vertikal dari ibu ke bayinya dan dari infeksi perinatal. Namun infeksi itu lebih banyak terjadi karena transmisi horizontal lewat kontak keluarga, seperti penggunaan alat makan, sikat gigi, dan gunting kuku bersama.
Penularan Hepatitis C pada orang dewasa bisa terjadi melalui kontak seksual, makanan dan minuman, suntikan, atau transfusi darah. Penyakit Hepatitis C berbahaya karena dapat berkembang menjadi kronis, menahun, dan menjadi sumber infeksi bagi orang sekitarnya.
Dari data epidemologik, penyakit hati menahun dan karsinoma (kanker) hati yang disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis B dan virus Hepatitis C, merupakan penyakit peringkat lima yang tersering di Indonesia. Menurut Prof.dr.Suwandhi Widjaja,SpPD, PhD (2001), saat ini di Indonesia. Menurut Prof.dr. Suwandhi Widjaja SpPD, PhD. (2001), saat ini di Indonesia diperkirakan ada 7 juta pengidap virus Hepatitis B, dan 5 juta penderita Hepatitis C, dengan perkiraan angka kematian sebanyak 40.000 – 80.000 penderita setiap tahunnya. Usia penderita terbanyak antara 30-55 tahun (usia paling produktif). Virus Hepatitis B tergolong virus DNA, saat ini telah dapat dibuat vaksinnya. Sedangkan virus Hepatitis C, tergolong virus RNA (seperti HIV yang menyebabkan AIDS) belum berhasil dibuat vaksinnya.
Ancaman hepatitis ternyata cukup dahsyat, menimbulkan angka kematian yang cukup tinggi, dan menurunkan produktivitas jutaan orang. Menurut dr.Drs.Hadipratomo (2000), sampai saat ini belum ada pengobatan khusus untuk hepatitis B. bisanya penderita disarankan untuk istirahat dan diberi makanan yang sesuai. Obat-obatan yang diberikan lebih banyak dimaksudkan untuk memperkecil komplikasi yang timbul.
Adanya informasi menyangkut khasiat temulawak, merupakan perkembangan yang sangat berarti dalam upaya memerangi Hepatitis B. selain karbohidrat, lemak, protein, vitamin C, zat besi, fosfor dan kalsium, kandungan temulawak juga meliputi minyak asiri yang terdiri dari kurkumin, kamfer, glukosida, phellandrene, turmerol, myrcene, xanthorrhizol, isofuranogermacreene, dan p-tolyletycarbinol.
Senyawa kurkumin atau Hidrosi-metoksifenil-heptadenadion telah diketahui sebagai antibakteri. Menurut Prof. Dr.Iwan Darmansjah (1996), kepada Pusat Uji Klinik Obat (PUKO) di FKUI, untuk penyakit lever (Hepatitis) belum ada obatnya, kecuali interferon yang harganya sampai jutaan rupiah, dan ada efek sampingnya. Sehingga jika zat kurkumin pada temulawak secara uji klinis terbukti bisa mengobati hepatitis, akan merupakan anugrah.. berdasarkan beberapa penelitian, senyawa kurkumin memiliki efek hepatoprotektif (mencegah kerusakan lever/hati) pada hewan percobaan. Hal itu menjadi referensi yang memperkuat fakta, bahwa temulawak dapat menyembuhkan hepatitis B.
Sebenarnya masih banyak khasiat temulawak lainnya, seperti memberantas sembelit, menambah nafsu makan, mengobati wasir, melancarkan keluarnya ASI, mengatasi batu empedu, obat disentri, malaria, gangguan ginjal, radang lambung, eksim, dan pembersih darah. Sudah sejak lama beragam khasiat tersebut diyakini sebagian masyarakat, namun tampaknya hal itu kurang diimbangi dengan kegiatan uji klinis. Dalam hal ini Departemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran PTN dan PTS, serta Industri Farmasi perlu bekerjasama secara pro-aktif dalam melakukan penelitian dan pengembangan tanaman berkhasiat obat. (Atep Afia).
Sumber Gambar:
http://www.temulawak.org
No comments:
Post a Comment