Narapidana dan mereka yang bertato di sekujur tubuhnya lebih berisiko tertular hepatitis C dan penyakit lain melalui darah, demikian menurut studi Universitas British Columbia, Kanada.
Para peneliti mereview dan menganalisis 124 studi dari 30 negara, termasuk Kanada, Iran, Italia, Brasil, dan Amerika Serikat. Mereka menemukan kejadian hepatitis C pada sejumlah individu bertato. Temuan ini diterbitkan dalam edisi terbaru Journal of Infectious Diseases Internasional.
Tato telah menjadi semakin populer dalam beberapa tahun terakhir. Di AS, diperkirakan 36 persen dari orang di bawah 30 tahun memiliki tato. Di Kanada, sekitar delapan persen dari siswa SMA memiliki setidaknya satu tato.
"Sejak instrumen tato kontak dengan darah dan cairan tubuh, infeksi dapat ditularkan jika instrumen ini digunakan pada lebih dari satu orang tanpa disterilkan atau tanpa teknik kebersihan yang layak," kata penulis utama penelitian, Dr Siavash Jafari.
"Selain itu, pewarna tato tidak disimpan dalam kontainer steril dan mungkin memainkan peran dalam menularkan infeksi," kata Jafari. Karena itu, Jafari menyarankan masyarakat umum untuk memahami risiko yang terkait dengan tato, dan seniman tato perlu membicarakan hal yang merugikan dengan klien.
Risiko lain yang diidentifikasi oleh penelitian ini meliputi reaksi alergi, HIV, hepatitis B, bakteri atau infeksi jamur, dan risiko lain yang terkait dengan penghapusan tato.
Para peneliti mereview dan menganalisis 124 studi dari 30 negara, termasuk Kanada, Iran, Italia, Brasil, dan Amerika Serikat. Mereka menemukan kejadian hepatitis C pada sejumlah individu bertato. Temuan ini diterbitkan dalam edisi terbaru Journal of Infectious Diseases Internasional.
Tato telah menjadi semakin populer dalam beberapa tahun terakhir. Di AS, diperkirakan 36 persen dari orang di bawah 30 tahun memiliki tato. Di Kanada, sekitar delapan persen dari siswa SMA memiliki setidaknya satu tato.
"Sejak instrumen tato kontak dengan darah dan cairan tubuh, infeksi dapat ditularkan jika instrumen ini digunakan pada lebih dari satu orang tanpa disterilkan atau tanpa teknik kebersihan yang layak," kata penulis utama penelitian, Dr Siavash Jafari.
"Selain itu, pewarna tato tidak disimpan dalam kontainer steril dan mungkin memainkan peran dalam menularkan infeksi," kata Jafari. Karena itu, Jafari menyarankan masyarakat umum untuk memahami risiko yang terkait dengan tato, dan seniman tato perlu membicarakan hal yang merugikan dengan klien.
Risiko lain yang diidentifikasi oleh penelitian ini meliputi reaksi alergi, HIV, hepatitis B, bakteri atau infeksi jamur, dan risiko lain yang terkait dengan penghapusan tato.
Mereka juga merekomendasikan program pencegahan yang berfokus pada pemuda - populasi yang paling mungkin untuk mendapatkan tato - dan para tahanan - yang menghadapi prevalensi tinggi hepatitis C - untuk menurunkan penyebaran infeksi hepatitis.
Bahan kimia dalam pewarna tato dapat mencakup cat rumah, tinta printer komputer, atau karbon industri. Racun di dalam tinta tato dapat memasuki ginjal, paru-paru, dan kelenjar lympth melalui sistem peredaran darah.
TEMPO Interaktif,
No comments:
Post a Comment