Sebuah artikel yang dibacakan pada pertemuan SLEEP 2011 di Minneapolis mengulas risiko mendengkur bagi ibu hamil. Ngorok pada kehamilan dikaitkan dengan resiko hasil kehamilan yang buruk, terutama diabetes pada kehamilan dan kelahiran prematur.
Banyak ibu hamil yang memasuki trisemester ke-2 mulai mendengkur. Kebanyakan orang masih menganggap biasa masalah dengkuran ini. Apalagi melihat pertambahan berat badan yang biasa dialami calon ibu. Tapi tahukah Anda mendengkur sama sekali bukan tanda yang baik?
Ngorok merupakan tanda dari sleep apnea, henti nafas saat tidur yang terjadi sebagai akibat dari menyempitnya saluran nafas. Sleep apnea pada orang dewasa tak bisa dianggap remeh karena menyebabkan hipertensi, diabetes, berbagai penyakit jantung, stroke hingga kematian.
Sedangkan pada masa kehamilan, sleep apnea langsung berkaitan dengan peningkatan tekanan darah (preeklamsia), berat badan lahir bayi yang rendah hingga prematuritas. Pada masa kehamilan, sleep apnea dipicu oleh peningkatan berat badan dan bengkaknya saluran nafas akibat pengaruh hormon-hormon kehamilan.
Pada saat tidur, saluran nafas yang menyempit akan melemas. Akibatnya, bagian-bagian lunak saluran nafas akan bergetar dan menyebabkan suara ngorok. Namun pada kasus sleep apnea, saluran nafas saat tidur menyempit hingga aliran udara tersumbat mengakibatkan penurunan oksigen.
Sesak yang diakibatkan juga akan memotong-motong proses tidur. Kualitas tidur pun jadi terganggu. Kadar oksigen yang menurun secara berkala saat tidur akan menghambat pertumbuhan janin.
Berat badan janin pun jadi lebih kecil dibandingkan usia kehamilan. Sementara gangguan proses tidur menimbulkan reaksi berantai yang menyebabkan meningkatnya tekanan darah, kadar gula dan sel-sel inflamasi yang mengentalkan darah.
Sleep apnea dan risiko kehamilan
Sebuah riset yang diterbitkan pada jurnal Chest tahun 2000 menyimpulkan bahwa mendengkur sering ditemukan pada kehamilan dan merupakan tanda dari peningkatan tekanan darah pada kehamilan. Disimpulkan juga bahwa dengkuran calon ibu dapat menjadi tanda terhambatnya pertumbuhan janin.
Penelitian ini melaporkan, calon ibu mengalami peningkatan dengkuran seiring dengan usia kehamilan. Sebanyak 7% pada trisemester pertama, 6% di trisemester kedua dan 24% saat memasuki trisemester ketiga. Sepuluh persen ibu hamil yang mendengkur mengalami preeklampsia dengan peningkatan tekanan darah dan penambahan kadar protein pada urin, sementara yang tidak mendengkur hanya 4%.
Sebanyaj 12% ibu yang mengalami preeklampsia juga dilaporkan keluarga tampak sesak dalam tidurnya. 7,1% janin ibu pendengkur mempunyai perkiraan berat yang rendah, sementara pada ibu yang tak mendengkur hanya 2,3%-nya saja. Jurnal SLEEP 2005, Natalie Edwards menuliskan hal yang senada. Sleep apnea bisa menyerang 14% hingga 26% ibu hamil.
Keparahan sleep apnea juga meningkat seiring dengan semakin lanjut usia kehamilan, memasuki trisemester ketiga. Jumlah henti nafas, kadar oksigen dan tekanan darah juga terus memburuk beriringan. Perawatan sleep apnea pada masa kehamilan dengan menggunakan continuous positive airway pressure (CPAP) dilaporkan memberikan hasil yang efektif.
Laporan ini dituangkan pada the American Journal of Respiratory Critical Care Medicine. Sebelas ibu dalam perawatan dan pengobatan untuk preeklamsia ditemukan mendengkur. Setelah dilakukan pemeriksaan di laboratorium tidur, ditemukan adanya sleep apnea. Pemberian CPAP saat tidur ternyata dapat memperbaiki oksigenasi dan tekanan darah yang tentu saja membantu perawatan preeklamsia.
Mendengkur pada kehamilan memberikan implikasi yang serius. Sudah sepantasnya kita lebih memperhatikan kesehatan tidur calon ibu demi kesehatannya dan bayi yang akan dilahirkannya.
Andreas Prasadja , praktisi kesehatan tidur, konsultan utama Sleep Disorder Clinic - RS. Mitra Kemayoran, pendiri @IDTidurSehat , penulis buku Ayo Bangun! anggota American Academy of Sleep Medicine
No comments:
Post a Comment