Friday, March 16, 2012

Hubungan Mendengkur, Kegemukan dan Kecerdasan Anak

Para peneliti dari Chicago University Amerika Serikat melaporkan hubungan penting antara kegemukan, mendengkur dan proses kognitif pada anak usia Sekolah Dasar.

Pengaruh obesitas dan gangguan tidur pada anak ternyata penting sekali, mengingat otak tumbuh dengan cepat di usia ini. Patut diingatkan juga bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi dalam tidurnya! Hingga segala gangguan yang terjadi pada tidur tentu berpengaruh pada proses tumbuh kembang anak.

Mendengkur

Mendengkur pada anak bisa menjadi tanda adanya sleep apnea, atau henti nafas saat tidur. Pada orang dewasa, gangguan tidur ini dapat mengakibatkan hipertensi, diabetes, gangguan jantung hingga stroke. Sedangkan pada anak, akibatnya lebih memprihatinkan, karena tampak langsung pada kemunduran prestasi akademis dan pertumbuhan badannya.

Henti nafas saat tidur terjadi akibat menyempitnya saluran nafas saat tidur, hingga aliran udara tersumbat. Proses henti nafas ini akan memicu otak untuk terbangun sejenak. Tapi jangan salah, walau anak tak sampai terjaga, gelombang tidurnya sudah terganggu.

Buruknya kualitas tidur akan akibatkan anak mengalami kantuk berlebihan atau hipersomnia. Hanya saja, untuk melawan kantuknya, anak justru menjadi hiperaktif. Efek kualitas tidur yang buruk ini jelas mengganggu proses berpikirnya. Kemampuan konsentrasi yang buruk, kemampuan analisa menurun juga emosi yang labil.

Pemeriksaan tidur 

Berat badan berlebih jelas memperberat dengkuran anak. Tetapi, suara dengkuran tidak menjadi patokan parahnya suatu penyakit. Henti nafaslah yang perlu diperhatikan. Untuk itu, diperlukan pemeriksaan tidur menggunakan polisomnografi di laboratorium tidur.

Dari pemeriksaan tidur baru kita dapat memastikan adanya henti nafas, serta derajat serta karakter henti nafas yang dialami. Keparahan gangguan nafas diukur dengan apnea hypopnea index atau AHI, yaitu jumlah henti nafas yang terjadi tiap jamnya. Kejadian henti nafas satu kali per jam saja pada anak sudah menunjukkan gangguan nafas serius.

Karen Spruyt, PhD dari departemen anak Pritzer School of Medicine yang memimpin penelitian mengatakan bahwa, peningkatan jumlah anak yang mengalami obesitas akan melipat gandakan hubungan antara gangguan tidur dan perkembangan kognitif anak. Ia juga menambahkan, pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang manfaat penurunan berat badan bagi kesehatan dan prestasi akademis anak. 

Penelitian yang diterbitkan pada American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, memeriksa 351 anak usia SD. Mereka diperiksa tidur dan indeks massa tubuhnya.

Di samping itu, kemampuan kognitif mereka pun diukur. Hasilnya, anak-anak dengan sleep apnea mengalami kemunduran fungsi kognitif. Anak-anak ini juga rata-rata mengalami kegemukan. Sementara jika dilihat dari sisi anak-anak yang obesitas, mereka cenderung memiliki sleep apnea yang lebih parah dan tentu saja kemampuan kognitif yang lebih buruk.

Para peneliti mengingatkan, walau penelitian ini hanya melihat masalah kegemukan dan mendengkur, pengurangan berat badan saja belum tentu menyelesaikan masalah. Karena penelitian-penelitian lain kini juga menunjukkan bahwa sleep apnea sendiri akan mengganggu metabolisme hingga sulit untuk menurunkan berat badan. Apalagi anak yang mengantuk cenderung makan lebih banyak.

Pemeriksaan fungsi-fungsi tubuh saat tidur menjadi amat penting untuk mengambil keputusan perawatan nantinya. Penderita sleep apnea juga tak mesti gemuk. Sering dalam praktek sehari-hari saya temukan pasien anak pendengkur yang berbadan kurus dan pendek. Ini disebabkan oleh terganggunya tumbuh kembang anak akibat sleep apnea.

* Praktisi Kesehatan Tidur, Sleep Disorder Clinic RS Mitra Kemayoran
kompas.com

No comments:

Post a Comment