Salah satu faktor yang ikut memicu terjadinya penggunaan antibiotik yang tidak rasional di masyarakat adalah praktek kefarmasian yang masih banyak masalah.
Ketua Asosiasi Apoteker Indonesia (AAI), M. Dani Pratomo menilai, pelaksanaan praktek kefarmasian di Indonesia saat ini masih jauh dari harapan. Terbukti, masih banyak apotik yang tidak dilayani seorang apoteker.
Selain itu, obat-obat yang seharusnya menggunakan resep juga terlalu mudah didapat, terutama bagi masyarakat yang tinggal di kota-kota besar. Semua ini, kata Dani, menjadi salah satu penyebab utama maraknya penggunaan antibiotik yang tidak rasional.
"Apoteker harus berada di apotik dan berhadapan dengan pasien. Tugas apoteker yang benar adalah melakukan skrining terhadap resep yang masuk," ujar Dani saat dihubungi KOMPAS.com, Kamis .
“Kalau setiap apotik menjalankan praktek kefarmasian dengan benar, ini bisa menurunkan penggunaan antibiotik secara tidak rasional,” tambahnya,
Skrining oleh seorang apoteker, kata Dani, dapat dilakukan melalui beberapa cara. Pertama, memeriksa apakah resep yang ditulis dokter sudah sesuai dengan penyakit yang diidap pasien. Kedua, melakukan pengecekan apakah nama pasien yang tertera di resep sesuai. Ketiga, melihat pemberian obat yang diresepkan sudah rasional atau tidak.
Dani juga menghimbau agar masyarakat tidak pergi ke apotek yang tidak dijaga oleh apoteker. "Saya mengimbau kepada masyarakat, menukarkan resep harus ke apoteker. Jika tidak ketemu apoteker di apotek tersebut, sebaiknya cari apotek yang lain. Ini adalah hak pasien atau konsumen dan bagian dari edukasi," pungkasnya.
No comments:
Post a Comment