Thursday, November 12, 2009

TUBERKULOSIS MAKIN MENGANCAM

WHO (World Health Organization) melaporkan 3 juta orang tiap tahunnya meninggal karena penyakit Tuberkulosis (disingkat TBC atau TB). Artinya 340 orang meninggal setiap jam karena penyakit TBC.
Sejak tahun 1992 WHO menyerukan Penyakit Tuberkulosis adalah Kegawatdarutan Dunia “Tuberculousis is Global Emergency”. Sepertiga penduduk dunia ini telah terinfeksi kuman TB.
Stigmatisasi
Banyak orang dan bahkan penderita sendiri takut mengetahui bahwa dirinya menderita TBC. Lingkungan tempat kerja, lingkungan tempat tinggal, bahkan keluarga sendiri sulit menerima keberadaan penderita TB.
Stigmatisasi Penyakit TBC di masyarakat masih cukup tinggi. Seringkali penderita TB dikucilkan dari orang di sekitarnya. Pemberhentian karyawan yang menderita tuberkulosis membuktikan masih adanya Stigmatisasi. Penghasilan menjadi nol. Harga kebutuhan hidup meningkat. Status kesehatan memburuk. Ketakutan yang berlebihan menimbulkan berbagai permasalahan yang baru.
Penderita merasa rendah diri. Takut dibilang berpenyakit TBC. Akhirnya enggan memeriksakan diri ke sarana kesehatan. Proses infeksi organ paru terus berlanjut dan memberat. Menjadi sumber penyebaran penyakit TBC.

Stigmatisasi merugikan penderita TB sendiri, keluarga, lingkungan sekitar, kota atau daerah setempat, bahkan status kesehatan nasional, regional dan internasional. Padahal dengan pemberian pengobatan yang teratur, TBC dapat disembuhkan dan tidak lagi menjadi sumber penularan.
Statistik Penyebaran TBC
Tuberkulosis banyak terjadi di kalangan ekonomi lemah. Lingkungan kumuh, padat penduduk dan lembab tempat yang subur bagi pertumbuhan dan penularan.
Kematian akibat TBC di negara berkembang sebesar 98 persen. Tiga perempatnya pada usia produktif (15-50 tahun). Tigapuluh delapan persen (38 persen) dari kasus TBC di tertinggi dunia terdapat di Asia Tenggara. Indonesia urutan ke tiga dunia setelah India dan China.
Kuman TBC
Lebih dari seratus tahun yang lalu, tepatnya 24 Maret 1882 di Berlin. Robert Koch mempresentasikan hasil temuannya. Mycobacterium tuberculose, basil penyebab penyakit yang mematikan itu. Untuk penemuan ini, hadiah Nobel diterimanya pada pertengahan Desember 1905, di Stockholm.
Ukuran kuman ini sangat kecil dan kasat mata. Panjang 1-4 mm (mikrometer) dan lebar 0,3-0,6 mm. Ada di dalam dahak atau cairan rongga dada penderita TB. Terutama menyerang organ paru. Diluar paru seperti saluran nafas atas, selaput otak, mata, telinga, selaput jantung, usus, ginjal, saluran kemih, alat kelamin, kulit, tulang dan sendi.
Mikroskop menjadi andalan mendeteksi kuman ini dengan pewarnaan khusus Ziehl-Neelsen. Tampak bakteri berwarna merah dengan warna dasar biru muda. Kuman Mycobacterium tuberculose sering disebut BTA (Basil Tahan Asam). Sifatnya yang tahan dan tidak luntur oleh asam dan alkohol.
BBM dan Tuberkulosis
Kenaikan harga BBM secara tidak langsung dapat meningkatkan jumlah penderita TB. Harga bahan makanan terimbas naik. Sementara asupan nutrisi tinggi kalori-tinggi protein harus dipenuhi. Daging, telur, ikan dan susu faktor penting mempercepat kesembuhan.

Tidak jarang Penderita TB mengeluarkan isi kantungnya untuk transportasi ke sarana kesehatan. Wajib datang kontrol perkembangan pengobatan dan mengambil obat selanjutnya. Dilemanya, biaya makan satu hari saja kadang belum tentu terpenuhi.

Naiknya harga BBM berdampak juga pada kebijakan-kebijakan perusahaan. Pengurangan jumlah karyawan satu solusi yang dilakukan. Terlebih karyawan yang tertular TB, kerab kali harus mengalami kehilangan pekerjaan. Sudah jatuh tertimpa tanggapula.

Program adopsi penderita TBC solusi tepat saat ini. Program ini melibatkan siapa saja yang terbeban untuk memutuskan rantai penularan TB. Setiap donatur mengadopsi satu penderita TB untuk dana transport untuk kontrol berobat hingga pengobatan selesai.
Penularan dan Gejala TBC
Tuberkulosis paling banyak membunuh umat manusia dibanding jenis penyakit menular manapun. Semua orang memiliki resiko tertular TBC tua-muda, anak-anak orang tua, pria-wanita. Peningkatan jumlah individu yang tertular disebabkan daya tahan tubuh rendah, status gizi dan kebersihan diri individu yang buruk serta berhubungan kepadatan hunian lingkungan tempat tinggal.

Penderita TB dengan BTA positif yang batuk beresiko menularkan. Kuman BTA terhampar ke udara. Bertahan di udara dalam beberapa jam. Terhirup orang disekitarnya. Bila daya tahan tubuh lemah, terjadi infeksi dan kuman berkembangbiak.

Dahak yang mengandung BTA dibuang di sembarang tempat berpotensi menularkan. Mengering terhembus angin dapat terhirup orang lain. Kuman dalam dahak dapat bertahan 20 - 30 jam. Daerah kumuh dan padat penduduk tempat yang subur bagi penyebaran penyakit ini.

Batuk lebih dari 3 minggu adalah Bukan Batuk Biasa. Mungkin didapati infeksi kuman TBC. Batuk berdahak, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, demam, keringat di malam hari, penurunan nafsu makan dan berat badan. Segeralah memeriksakan diri ke sarana kesehatan yang ada.

Dokter akan menanyakan hal-hal berkaitan dengan gejala penyakit serta memeriksa kondisi fisik penderita. Foto dada radiologi (chest x-ray) dan pemeriksaan dahak berperan membantu menegakkan diagnosis.
Penemuan kuman Mycobacterium tuberculose dalam dahak, harus mendapatkan pengobatan guna memutuskan rantai penularan. Penderita TB yang telah mendapat pengobatan teratur daya penularannya berkurang. Akhir bulan kedua daya penularan tidak ada lagi. Yang penting minum obat teratur dan tidak memberhentikan pengobatan sendiri. TB dapat disembuhkan.
Pengobatan dan Penanggulangan
Obat anti-TBC sudah tersedia dan sangat mujarab. Seiring perkembangan penelitian, saat ini penderita TB lebih nyaman meminum obat. Tiga atau empat tablet sehari bahkan dua butir saja sesuai berat badan. Dahulu, harus menelan enam sampai delapan tablet sehat. Obat antituberkulosis Rifampicin, INH, Etambutol, Pirazinamid sudah dibuat dalam satu kemasan tablet (Fixed Dose Combination). Selain itu injeksi Streptomisin diperlukan pada kondisi-kondisi kasus berat, putus berobat, kambuh dan gagal pengobatan.

Penyakit TB dapat disembuhkan. Meminum obat teratur, tuntas sesuai jadwal, kontrol berobat dan tidak memberhentikan pengobatan tanpa sepengetahuan dokter.

Makin cepat memeriksakan diri makin cepat tertangani penyakitnya. Bila terbukti menderita TBC, dokter akan menjelaskan lama pengobatan, cara meminum obat, dan tindakan apabila muncul efek samping obat.
Lama pengobatan enam bulan atau lebih sesuai dengan kondisi penyakit. Terdapat dua siklus, pengobatan intensif (2 bulan pertama) dan pengobatan lanjutan (4 bulan berikutnya). Tidak dibenarkan pasien memberhentikan obat sendiri. Kuman TB menjadi berkembangbiak lebih cepat.
Kontrol berobat berguna untuk mengevaluasi setiap kemajuan pengobatan dan pengambilan obat seterusnya. Kerusakan organ paru lebih luas dan berat. Minum obat teratur di bawah 90 persen mengakibatkan terhalangnya kesembuhan.

Juga dilakukan pemeriksaan foto dada radiologi lanjutan/serial pada bulan pertama, kedua dan menjelang/akhir pengobatan. Pemeriksaan dahak ulangan dilakukan pada sebelum pengobatan, dua bulan dan menjelang/akhir pengobatan. Bila pada bulan kedua dahak masih positif, pengobatan siklus intensif dilanjutkan sebulan lagi. Lalu dahak diperiksa kembali.

Ketidakhadiran kontrol/berobat harus mendapat perhatian yang serius. Tidak teratur minum obat menimbulkan kasus putus berobat (default), gagal pengobatan (failure) dan kambuh (relaps) bahkan kerusakan organ paru yang hebat dan luas (destroyed lung).

Tidak jarang obat antituberkulosis menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. Mual, muntah, pening, ruam-ruam kemerahan pada kulit dan mata kuning. Segera datang ke dokter. Dapatkan solusi mengatasi efek samping obat. Sekali lagi jangan memberhentikan pengobatan sendiri tanpa sepengetahuan dokter.
Strategi DOTS
Sejak tahun 1995 WHO merekomendasikan kunci keberhasilan menanggulangi penyakit TB dengan melaksanakan program DOTS (Directly Observeb Treatment Short Course). Suatu program WHO bertujuan untuk mencapai angka kesembuhan yang tinggi, mencegah putus berobat, mencegah efek samping obat jika timbul dan mencegah resistensi obat (tidak berdaya untuk menghambat ataupun membunuh kuman).

Pelaksanaan strategi DOTS yang intensif menurunkan angka kesakitan. Analisa WHO tahun 1999 angka kesakitan sebesar 130/100.000 penduduk, tahun 2001 menjadi 122/100.000 penduduk, dan tahun 2002 menjadi 115/100.000 penduduk. Bank dunia menyatakan strategi DOTS adalah strategi kesehatan yang paling cost effective. Studi cost benefit yang dilakukan WHO di Indonesia / menyatakan setiap satu dolar yang digunakan untuk program penanggulangan TB menghemat 55 dolar selama 20 tahun.

Lima komponen strategi DOTS diantaranya adalah: 1) Peran komitmen pemerintah dalam penanggulangan TB termasuk dukungan dana; 2) Penemuan kasus baru dengan memakai mikroskop yang terjamin mutunya; 3) Pengobatan langsung yang langsung diawasi oleh pengawas obat; 4) Pengadaan obat OAT yang berkesinambungan dengan mutu yang terjamin; 5) Melakukan monitoring pencatatan dan pelaporan yang baku berguna untuk pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TBC.

Program pengobatan penyakit TB sesuai strategi DOTS akan cepat memberikan kesembuhan. WHO telah melaporkan bahwa lebih dari 30 juta pasien dengan TB telah diobati dengan menerapkan lima komponen strategi DOTS, menghasilkan tingkat kesembuhan > 80 persen dan tingkat kelalaian (default) <>

Penanganan pengobatan TBC dengan implementasi strategi DOTS yang lemah berdampak buruk. Penderita dengan BTA yang resisten terhadap obat Anti-TBC akan menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR (Multi-drugs Resistant). Kuman telah resisten terhadap Rifampisin dan INH disertai atau tidak resistensi obat anti TBC yang lain.

John Crofton, Profesor Emeritus Ilmu Penyakit Respirasi dan TBC -Universitas Edinburgh, menekankan perlunya dukungan dari tenaga kesehatan mencegah terjadinya putus berobat. Sikap yang baik, bersahabat dan sabar; menjelaskan penyakit dan pentingnya pengobatan, menunjukkan jenis obat, cara meminumnya, menjelaskan kemungkinan reaksi obat yang ditimbulkan, mengingatkan tanggal kunjungan berikutnya.

Sudah saatnya kita mulai memperhatikan lingkungan. Anjurkan untuk ke dokter bila ada yang batuk tak kunjung sembuh. Bila ternyata memang menderita TBC Jangan mengucilkan! Karena akan menimbulkan masalah yang baru. Berikan semangat dan dukungan bentuk apapun untuk mempercepat proses kesembuhannya.

Penyakit TBC dapat disembuhkan bila minum obat teratur, kontrol rutin dan tidak memberhentikan obat tanpa pengawasan dari dokter. Penyakit ini banyak terjadi di kalangan ekonomi menengah ke bawah. WHO telah menyediakan obat gratis yang dapat diambil di Puskesmas, Rumah Sakit, Balai Pengobatan, bahkan di beberapa praktek dokter.
Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala dengan dukungan pemeriksaan dahak dan radiologi. Jangan merasa malu dan minder kalau memang menderita TBC. Biasakan menutup mulut saat batuk, sediakan tempat pembuangan dahak/pot berisi sedikit karbol atau air sabun. Ingat, TBC dapat disembuhkan bila teratur minum obat dan kontrol berobat!!!
int/anl

No comments:

Post a Comment