Preeklamsia umumnya terjadi pada perempuan hamil yang berusia sekitar 20 tahun atau di atas 35 tahun. Preeklamsia juga dapat terjadi pada perempuan yang hamil pertama kali.
Preeklamsia adalah salah satu penyakit yang sering dijumpai pada ibu hamil dan masih merupakan salah satu penyebab kematian besar di dunia. Di Amerika Serikat, 1/3 dari kematian ibu disebabkan oleh preeklamsia. Begitu pula di Indonesia.
Preeklamsia adalah keracunan pada kehamilan. Ini biasanya terjadi pada trimester ketiga kehamilan atau bisa juga muncul pada trimester kedua. Preeklamsia mungkin terjadi pada setiap ibu hamil. Beberapa kondisi yang memiliki kemungkinan mengalami preeklamsia, yaitu kehamilan pertama, kehamilan bayi kembar, ibu hamil pengidap diabetes, ibu hamil yang memiliki riwayat hipertensi, memiliki masalah dengan ginjal, dan juga wanita yang hamil pertama pada usia 20 tahun di atas 35 tahun.
Risiko preeklamsia juga meningkat pada kehamilan si ibu yang memang sudah pernah mengalami preeklamsia pada kehamilan sebelumnya. Jika hal ini tidak ditangani dengan tepat dan cepat, preeklamsia akan segera berubah menjadi eklamsia, yaitu infeksi dan pendarahan. Dan ini bisa berakibat fatal.
Faktor Penyebab dan Gejala
Hampir semua wanita hamil bisa mengidap preeklamsia. Menurut dr Mufti Yunus SpOG dari Rumah Sakit Omni International Serpong, Tangerang, faktor risiko terbesar adalah ibu yang baru pertama kali hamil pada usia 20 tahun. “Preeklamsia bisa juga terjadi pada wanita yang menjalani masa kehamilan pada usia 30-35 tahun dan wanita yang menderita obesitas,” katanya.
Preeklamsia juga bisa terjadi pada kondisi kehamilan kembar dan kehamilan jarak jauh, sekitar 10 tahun. Preeklamsia juga sering dikaitkan dengan faktor genetik seseorang. Ada banyak gejala yang muncul. Terkadang gejala-gejala ini kerap kali dianggap wajar. Salah satunya adalah sakit kepala karena hipertensi, terutama jika kehamilan telah mencapai usia lebih dari 20 minggu.
“Biasanya si ibu akan merasakan sakit kepala yang teramat sering,” katanya.
Pada kasus ini akan ditemukan peningkatan tekanan darah lebih dari 130/90 mmHg. Terjadi pembengkakan di daerah kaki dan tungkai. Pada kondisi yang lebih berat, pembengkakan terjadi di seluruh tubuh karena pembuluh kapiler bocor, sehingga air yang merupakan bagian sel merembes dan masuk ke dalam jaringan tubuh dan tertimbun di bagian tertentu.
“Pada pemeriksaan akan ditemukan kadar protein tinggi di dalam urin karena gangguan dari ginjal,” terangnya.
Pada beberapa kasus juga ditemukan gejala penglihatan menjadi kabur dan sensitif terhadap cahaya. Si ibu juga sering merasakan nyeri perut bagian atas, biasanya di bawah rusuk sebelah kanan, disertai mual. Kenaikan berat badan lebih dari 1,36 kg setiap minggu selama trimester kedua dan lebih dari 0,45 kg setiap minggu pada trimester ketiga.
Diagnosa dan Pengobatan
Diagnosa ditegakkan berdasarkan riwayat pasien dan pemeriksaan. “Apabila pada pemeriksaan ditemukan kondisi seperti yang telah disebutkan di atas, sudah bisa dipastikan ibu itu menderita preeklamsia,” jelasnya. Pemeriksaan melliputi pemeriksaan darah, jumlah urin, dan pemeriksaan ginjal.
Bila si ibu hanya mengalami preeklamsia ringan, kondisi ini tidak selalu memerlukan obat tapi hanya pemeriksaan rutin kehamilan. Pemberian obat atau suplemen tidak menjamin mencegah si ibu dari preeklamsia, tetapi membantu mengontrol kondisi si ibu. Tapi jika preeklamsia yang lebih serius, si ibu disarankan beristirahat total di tempat tidur atau mungkin dianjurkan menjalankan perawatan di rumah sakit karena kondisi umumnya harus dipantau terus guna melihat tekanan darah dan perkembangan bayi.
Pengobatan yang dilakukan tergantung pada umur kehamilan dan seberapa dekatnya dengan perkiraan kelahiran. Bila preeklamsia terjadi pada minggu-minggu akhir kehamilan, dokter akan mengambil tindakan untuk segera mengeluarkan bayi. Tetapi jika preeklamsia terjadi pada awal kehamilan, dokter akan berusaha memperpanjang kehamilan sampai bayi dianggap telah cukup kuat untuk lahir.
Apabila sudah dekat dengan tanggal perkiraan kelahiran dan bayi sudah dianggap cukup berkembang, dokter akan menyarankan untuk mengeluarkan si bayi sesegera mungkin.
“Tapi ada baiknya jika si ibu menjalani perawatan di rumah sakit sebelum persalinan untuk menghindari risiko terburuknya,” katanya.
Ingat, jangan sampai si ibu mengalami kejang. Jika tidak, kondisi menjadi buruk. Jika kondisi semakin memburuk, hal itu akan mempengaruhi fungsi jantung, hati dan paru-paru yang dapat menyebabkan kematian. Jika keadaan umum si ibu kian memburuk, dokter akan segera melakukan induksi atau bedah caesar untuk mempercepat kelahiran dan menyelamatkan ibu dan bayi.
Bisa Normal
Banyak yang beranggapan bahwa ibu hamil mengalami preeklamsia tidak bisa melahirkan normal. Apalagi pada kasus preeklamsia yang serius. Namun hal itu tidak sepenuhnya benar. Ibu hamil yang menderita preeklamsia bisa melahirkan dengan normal dengan syarat kehamilannya sudah cukup untuk dilahirkan dan dilihat adanya kematangan dari mulut rahim si ibu.
“Yang harus diperhatikan untuk penderita preeklamsia yang ingin melahirkan normal, yaitu menjaga supaya tidak terjadi kejang-kejang dan oksigenisasi. Dan yang terpenting, pemberian obat anti hipertensi,” terangnya.
Karena penyebab pasti preeklamsia belum diketahui, pencegahan dini yang dapat dilakukan adalah memastikan pemeriksaan rutin setiap bulan agar perkembangan berat badan serta tekanan darah ibu dapat terpantau dengan baik. Oleh karena itu, sangat disarankan kepada ibu hamil untuk memeriksakan dirinya ke dokter secara rutin guna menangani penyakit ini sejak dini.
Tentu pola makan si ibu juga harus diperhatikan, mengingat obesitas juga bisa menjadi penyebab preeklamsia. Sebaiknya ibu menjalani pola makan yang sehat dengan menu seimbang. Idealnya pola makan sudah diterapkan sejak sebelum hamil atau ketika merencanakan kehamilan.
sumber : Okezone.com