Friday, December 11, 2009

Konsumsi Daging yang Menyehatkan

JANGANtakut gemuk dan merasa bersalah ketika mengonsumsi daging.Sebab,kurangnya konsumsi daging,berarti kita juga akan melewatkan kebutuhan gizi kita per harinya.


Jika dulu Indonesia dikenalkan dengan program 4 Sehat 5 Sempurna dalam hal mengonsumsi makanan, kali ini Departemen Kesehatan telah mencanangkan dan menggantinya dengan gizi seimbang atau tepatnya adalah pencanangan 13 Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Keseimbangan adalah kuncinya, dan pesan yang utama adalah makanlah aneka ragam makanan untuk mendapat aneka macam gizi, terutama pada anak-anak.

Jika mereka dibiasakan makan seimbang, maka hal ini akan menghasilkan status gizi baik yang bisa mengurangi angka gizi buruk. Keinginan baik ini belum terpenuhi karena data di Indonesia menunjukkan bahwa dari 11 zat gizi mikro,hanya vitamin C yang sudah terpenuhi kecukupannya, sedangkan 10 lainnya belum terpenuhi. Satu di antaranya zat besi. Anak yang kekurangan zat besi akan berujung pada rendahnya kecerdasan intelektual, juga kecerdasan emosi.Kurangnya asupan zat besi sebagai salah satu mikro nutrisi yang sangat penting misalnya, dapat menyebabkan suatu kondisi penurunan kadar hemoglobin— suatu senyawa kimia dalam sel darah merah yang berfungsi untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh— yang kita kenal dengan anemia.

Salah satu cara terbaik dalam membantu menghapus kekurangan mikro nutrisi adalah dengan memasukkan daging sapi sebagai bagian dari pola makan anak yang lengkap dan seimbang. Mengonsumsi 122 gram daging sapi sudah dapat memenuhi asupan harian yang dianjurkan untuk zat besi. Dengan begitu kita mendapatkan manfaat yang setara dengan mengonsumsi 7,9 kg ikan. ”Mengonsumsi 122 gram daging sapi per hari dapat memenuhi kebutuhan zat besi untuk mendapatkan manfaat yang setara, kita harus mengonsumsi 7,9 kg ikan.

Sayangnya, hanya 2 dari 10 anak mengonsumsi daging sapi,” tutur Ketua Badan Konsultasi Gizi Institut Pertanian Bogor Sarah Fauzia S Puspita,S.Gz. Sarah menyebutkan,menurut data Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian tahun 2007, mengindikasikan rata-rata konsumsi daging sapi segar penduduk Indonesia hanya sekitar 0,53 kg per tahun per kapita.Kenyataan itu sangat rendah jika dibandingkan standar konsumsi daging segar yang dicanangkan FAO pada tahun 2008 untuk memerangi kekurangan gizi,yaitu 33 kg per tahun per kapita.

”Untuk anak-anak dan dewasa, hendaknya mengonsumsi daging dilakukan 3 sampai 4 kali dalam seminggu, sedangkan untuk mereka yang sudah lanjut usia, sebaiknya hanya 1 sampai 2 kali setiap minggunya,” saran wanita lulusan Fakultas Ekologi Manusia IPB ini. Hal itu menurut Sarah, karena pada mereka yang sudah lansia,sistem pencernaannya berbeda dengan orang dewasa. Lansia sebaiknya disarankan untuk banyak mengonsumsi tahu dan tempe.Berbeda dengan anak-anak dan dewasa yang seharusnya mencukupi kebutuhan gizinya yang salah satunya bisa didapat dari daging.

Radani Edutainment bekerja sama dengan Meat & Livestock Australia (MLA) telah melakukan survei mengenai perilaku konsumsi daging sapi terhadap 445 murid sekolah dasar di wilayah Jabodetabek. Hasil survei menunjukkan bahwa walaupun orangtua maupun anak memiliki pemahaman yang baik akan manfaat mengonsumsi daging sapi, konsumsi daging sapi tetap saja rendah. Survei tersebut juga menunjukkan bahwa hanya 2 dari 10 anak yang mengonsumsi daging sapi sesuai dengan kuantitas yang dianjurkan. Hal ini berarti sebagian besar anak mengonsumsi daging sapi kurang dari 3 sampai 4 kali seminggu.

Situasi ini berujung pada kurangnya nutrisi utama yang mereka butuhkan untuk mencapai perkembangan yang optimal.Ada beberapa alasan yang menjadi penyebabnya. Banyak anak yang tidak suka makan daging sapi karena bagi mereka daging sapi sulit untuk dikunyah. Para orangtua pun kadang memiliki persepsi yang keliru terhadap daging sapi karena menganggap bahwa memasak daging sapi membutuhkan waktu yang lama. Banyak di antara mereka hanya memasak daging sapi hanya pada Hari Raya atau pada perayaan khusus lainnya.

”Seharusnya, masa anak-anak yang merupakan masa tumbuh kembang harus menjadi ‘pemakan segala’, terutama makanan yang menyehatkan,” ucap Sarah dalam acara yang diadakan Radani dan Meat & Livestock Australia (MLA) bertema ”Let’s Beef Up Your Kids’ Growth with Australian Beef Meat” di Hotel Gran Melia, Sabtu (5/12) lalu. Tidak lupa Sarah menyarankan untuk memilih daging segar agar aman dikonsumsi.Pilih daging merah tanpa lemak karena daging yang banyak mengandung lemak justru bisa membawa penyakit. ”Konsumsi daging merah tanpa lemak adalah yang terbaik,” tandasnya.

Isye Iriani, Country Representative MLA di Indonesia,menyampaikan bahwa daging sapi Australia merupakan daging sapi segar pilihan tepat untuk menghasilkan steak ataupun makanan berbahan dasar daging sapi lainnya yang berkualitas. Selain segar (fresh), daging sapi Australia juga dikenal karena empuk (consistenly tender), dan lezat (delicious).”Yang paling penting bahwa daging sapi Australia mengandung nutrisi alami untuk kelengkapan gizi seimbang juga halal,” tuturnya di acara yang sama. Kebiasaan pola hidup dan makan sehat anak dipengaruhi beberapa faktor.

Salah satu faktor yang paling utama adalah pengaruh pola makan dan kebiasaan orangtua. Adalah harapan para orangtua agar anak-anaknya menjalankan pola hidup sehat dengan gizi seimbang sehingga dapat menunjang kesehatan fisik dan mentalnya agar mereka bisa berprestasi dengan optimal. (inggrid namirazswara)

No comments:

Post a Comment