Jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini, menurut data Departemen Kesehatan tahun 2007, mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan 11,6 persen dari populasi dan 0,46 persen menderita gangguan jiwa berat.
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia dr Tun Kurniasih Bastaman, dr.Sp.KJ (K), menyatakan, dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa ringan. "Secara umum, gangguan jiwa berat cenderung stagnan, justru yang ringan mengalami peningkatan," katanya dalam acara jumpa pers Konferensi Nasional Psikoterapi 2010, Sabtu (1/5) di Jakarta.
Faktor gaya hidup dan problematikanya, seperti tuntutan hidup dan persaingan yang semakin tinggi, menjadi pemicu banyaknya penderita gangguan jiwa ringan. "Kebanyakan yang datang ke psikiater adalah orang yang depresi dan stres karena problem sehari-hari," kata dr Tun.
Orang yang menderita gangguan jiwa ringan memiliki ciri sering dilanda kecemasan, gangguan panik, sulit berkonsentrasi, serta gangguan tidur. "Gangguan jiwa ringan bisa membuat seseorang jadi tidak produktif dan mengganggu hubungan sosial dengan orang lain. Karena itu, perlu dikonsultasikan kepada psikiater," tambah dr Tun.
Dia menambahkan, gangguan jiwa ringan dan berat memiliki definisi klinis yang berbeda. Kendati gangguan jiwa ringan bisa menetap, gangguan jiwa kategori ini tidak akan bergeser menjadi gangguan jiwa berat.
Saat ini masih banyak orang yang enggan memeriksakan diri ke dokter jiwa karena kuatnya stigma di masyarakat. "Sebenarnya orang yang mengalami gangguan jiwa adalah orang yang sakit, sama saja seperti orang yang sakit diabetes atau jantung. Ada mekanisme biologinya. Karena itu, jangan dijauhi, tetapi diberikan pertolongan," ujar dr Tun.
Dalam ilmu jiwa, gangguan pada seseorang dilihat secara menyeluruh, baik psikis maupun fisik. Oleh sebab itu, pengobatan juga dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya obat-obatan, tetapi juga psikoterapi.
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia dr Tun Kurniasih Bastaman, dr.Sp.KJ (K), menyatakan, dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa ringan. "Secara umum, gangguan jiwa berat cenderung stagnan, justru yang ringan mengalami peningkatan," katanya dalam acara jumpa pers Konferensi Nasional Psikoterapi 2010, Sabtu (1/5) di Jakarta.
Faktor gaya hidup dan problematikanya, seperti tuntutan hidup dan persaingan yang semakin tinggi, menjadi pemicu banyaknya penderita gangguan jiwa ringan. "Kebanyakan yang datang ke psikiater adalah orang yang depresi dan stres karena problem sehari-hari," kata dr Tun.
Orang yang menderita gangguan jiwa ringan memiliki ciri sering dilanda kecemasan, gangguan panik, sulit berkonsentrasi, serta gangguan tidur. "Gangguan jiwa ringan bisa membuat seseorang jadi tidak produktif dan mengganggu hubungan sosial dengan orang lain. Karena itu, perlu dikonsultasikan kepada psikiater," tambah dr Tun.
Dia menambahkan, gangguan jiwa ringan dan berat memiliki definisi klinis yang berbeda. Kendati gangguan jiwa ringan bisa menetap, gangguan jiwa kategori ini tidak akan bergeser menjadi gangguan jiwa berat.
Saat ini masih banyak orang yang enggan memeriksakan diri ke dokter jiwa karena kuatnya stigma di masyarakat. "Sebenarnya orang yang mengalami gangguan jiwa adalah orang yang sakit, sama saja seperti orang yang sakit diabetes atau jantung. Ada mekanisme biologinya. Karena itu, jangan dijauhi, tetapi diberikan pertolongan," ujar dr Tun.
Dalam ilmu jiwa, gangguan pada seseorang dilihat secara menyeluruh, baik psikis maupun fisik. Oleh sebab itu, pengobatan juga dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya obat-obatan, tetapi juga psikoterapi.
kompas.com
No comments:
Post a Comment