Benar-benar informasi pengobatan jantung koroner terbaru dan terkini. Selama ini orang hanya tahu pengobatan untuk jantung koroner adalah dengan cara operasi by-pass, menggunakan stent (cincin kawat) dan balon. Tapi kini ada alternatif lain yaitu dengan melakukan balon yang di dalamnya ada obat (drug eluted baloon/DEB).
Pada intinya semua pengobatan yang ada untuk jantung koroner berfungsi untuk memperlebar jalur arteri (pembuluh darah) sehingga aliran darah bisa kembali lancar. Dengan metode DEB, maka pembuluh darah bisa melebar kembali dengan bantuan balon dan obat (paclitaxel) yang terkandung di dalamnya, obat ini akan terserap dengan cepat dan mencegah timbulnya kerak baru.
"Angka kekambuhan jika menggunakan balon saja sebesar 30 sampai 50 persen, dengan menggunakan stent sebesar 15 sampai 20 persen sedangkan jika menggunakan DEB maka angka kekambuhannya hanya 1 digit sekitar 5 persen saja ," kata Prof. Dr. dr Teguh Santoso, SpPD, KKV, SpJP, FIHA, FACC, FESC dalam acara seminar pengobatan penyakit jantung koroner dengan teknik 'Sequent Please', di RS Medistra, Jakarta.
Jika menggunakan DEB, balon yang dimasukkan dengan menggunakan kateter akan mengembang selama 30 detik di daerah pembuluh darah yang menyempit lalu obat yang ada di dalamnya akan meresap ke pembuluh darah. Dalam waktu 10 detik obat akan terdistribusi di pembuluh darah. Teknik ini tidak menimbulkan efek samping ataupun peradangan dan obat pengencer darah yang harus dikonsumsi pasien hanya 3 bulan saja.
"Jika menggunakan stent, waktu rilisnya lama dan dosis obat yang digunakan sedikit. Sedangkan dengan DEB waktu yang butuhkan lebih cepat dan dosis obatnya bisa lebih besar," ujar Martin Unverdorben, Medical Doctor dan Corporate Vice President Scientific Affairs BBraun.
Teguh mengungkapkan di Asia kasus yang banyak terjadi adalah adanya penyumbatan pembuluh darah kecil dan untuk mengatasinya paling efektif jika menggunakan teknik DEB. Karena stent terkecil berukuran 2,25 mm saja dan tidak bisa menjangkau semua daerah pembuluh darah seperti percabangan atau daerah pembuluh darah yang panjang.
Selain itu jika menggunakan stent tidak semua bagian terpapar obat, seperti pada celah-celah stent tidak terdapat obat sehingga memungkinkan timbulnya kerak kembali. Sedangkan pada DEB distribusi obat merata dan tidak meninggalkan apapun di dalam pembuluh darah sehingga mencegah terjadinya trombosis (pembekuan darah).
"Biasanya jika setelah 6 bulan semua berjalan dengan baik dan tidak ada masalah, maka seterusnya juga akan tetap baik," ujar dokter yang mendapat gelar Doktor dan Profesor dari FKUI ini.
Pengobatan untuk penyakit jantung koroner bersifat 'spot treatment', artinya semua pasien yang telah mendapatkan pengobatan harus melakukan perubahan gaya hidup atau perilakunya agar tidak terjadi penyempitan kembali di tempat lain. Salah satunya adalah dengan berhenti merokok, karena penderita jantung koroner di bawah usia 40 tahun hampir semuanya adalah perokok.
Pada intinya semua pengobatan yang ada untuk jantung koroner berfungsi untuk memperlebar jalur arteri (pembuluh darah) sehingga aliran darah bisa kembali lancar. Dengan metode DEB, maka pembuluh darah bisa melebar kembali dengan bantuan balon dan obat (paclitaxel) yang terkandung di dalamnya, obat ini akan terserap dengan cepat dan mencegah timbulnya kerak baru.
"Angka kekambuhan jika menggunakan balon saja sebesar 30 sampai 50 persen, dengan menggunakan stent sebesar 15 sampai 20 persen sedangkan jika menggunakan DEB maka angka kekambuhannya hanya 1 digit sekitar 5 persen saja ," kata Prof. Dr. dr Teguh Santoso, SpPD, KKV, SpJP, FIHA, FACC, FESC dalam acara seminar pengobatan penyakit jantung koroner dengan teknik 'Sequent Please', di RS Medistra, Jakarta.
Jika menggunakan DEB, balon yang dimasukkan dengan menggunakan kateter akan mengembang selama 30 detik di daerah pembuluh darah yang menyempit lalu obat yang ada di dalamnya akan meresap ke pembuluh darah. Dalam waktu 10 detik obat akan terdistribusi di pembuluh darah. Teknik ini tidak menimbulkan efek samping ataupun peradangan dan obat pengencer darah yang harus dikonsumsi pasien hanya 3 bulan saja.
"Jika menggunakan stent, waktu rilisnya lama dan dosis obat yang digunakan sedikit. Sedangkan dengan DEB waktu yang butuhkan lebih cepat dan dosis obatnya bisa lebih besar," ujar Martin Unverdorben, Medical Doctor dan Corporate Vice President Scientific Affairs BBraun.
Teguh mengungkapkan di Asia kasus yang banyak terjadi adalah adanya penyumbatan pembuluh darah kecil dan untuk mengatasinya paling efektif jika menggunakan teknik DEB. Karena stent terkecil berukuran 2,25 mm saja dan tidak bisa menjangkau semua daerah pembuluh darah seperti percabangan atau daerah pembuluh darah yang panjang.
Selain itu jika menggunakan stent tidak semua bagian terpapar obat, seperti pada celah-celah stent tidak terdapat obat sehingga memungkinkan timbulnya kerak kembali. Sedangkan pada DEB distribusi obat merata dan tidak meninggalkan apapun di dalam pembuluh darah sehingga mencegah terjadinya trombosis (pembekuan darah).
"Biasanya jika setelah 6 bulan semua berjalan dengan baik dan tidak ada masalah, maka seterusnya juga akan tetap baik," ujar dokter yang mendapat gelar Doktor dan Profesor dari FKUI ini.
Pengobatan untuk penyakit jantung koroner bersifat 'spot treatment', artinya semua pasien yang telah mendapatkan pengobatan harus melakukan perubahan gaya hidup atau perilakunya agar tidak terjadi penyempitan kembali di tempat lain. Salah satunya adalah dengan berhenti merokok, karena penderita jantung koroner di bawah usia 40 tahun hampir semuanya adalah perokok.
No comments:
Post a Comment