Sunday, January 3, 2010

Hidup Sendirian pada Usia Paruhbaya Perbesar Risiko Gangguan Demensia

SEBUAH penelitian menemukan, orang-orang yang hidup sendirian pada usia paruhbaya berpeluang hampir dua kali lipat menderita problema kognitif pada masa tua mereka dibanding sejawat mereka yang berumahtangga atau berpasangan.

Periset-periset mewawancarai 2.000 orang yang dipilih secara acak di wilaya Kuopio dan Joensuu, Finlandia timur pada tahun 1970 dan 1980-an ketika rata-rata usia mereka adalah 50,4 tahun. Sebanyak 1.409 dari para relawan itu kemudian diteliti ulang pada 1998 untuk mengetahui gangguan kognitif, saat usia mereka bervariasi dari 65 hingga 79 tahun. Dari jumlah itu, 57 orang didiagnosis menderita penya-kit Alzheimer’s atau berbagai bentuk demensia lain; 82 menderita problema kognitif ringan; sisanya 1.270 orang berada dalam keadaan sehat.

“Orang-orang yang hidup tanpa pasangan pada usia paruh baya berpeluang hampir dua kali lipat menghadapi risiko gangguan kognitif pada masa tua mereka dibandingkan dengan orang-orang yang duda atau bercerai pada paruhbaya dan tidak hidup berpasangan pada hari tua mereka. Pendidikan, kebiasaan merokok dan berbagai variabel lain yang diketahui mempengaruhi gangguan kognitif semua diperhitungkan.

Perbedaan

Para peneliti itu menemukan perbedaan besar antara dua jenis kelamin. Dibandingkan dengan warga lain, pria yang hidup sendirian pada paruhbaya berpeluang menderi\\00ta penyakit kognitif pada hari tua mereka berpeluang lebih dua kali lipat terkena gangguan kognitif pada massa tua.

Tapi, resiko bagi wanita tercatatat 1,87 kali. Mereka juga menemukan hubungan kuat antara Alzheimer’s, hidup sendirian dan suatu varian gene disebut apolipoprotein E-e4 yang membuat suatu protein terkait dengan gangguan tadi.

Laporan hasil penelitian tersebut dipublikasikan online oleh British Medical Journal (BMJ). Tim studi itu dipimpin Miia Kivipelto, guru besar ilmu riset penuaan dari Institut Karolinska di Swedia. Hidup bersama pasangan “mungkin secara tidak langsung melawan tantangan kognitif dan sosial” yang membantu mengatasi demensia, tapi mengapa ini bisa demikian masih harus dijelaskan, ungkap para periset.

No comments:

Post a Comment