Friday, January 1, 2010

MENGENAL LEBIH JAUH TENTANG PENYAKIT DEMAM BERDARAH

Demam/berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang ditularkan oleh virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegepty. Di Indonesia sejak kejadian luar biasa (KLB) pertama yang terjadi lebih dari tiga puluh tahun yang lalu, DBD memperlihatkan kecenderungan yang semakin memburuk. Sampai saat ini DBD masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup berat.

Para penderita yang semula terbatas pada kelompok umur di bawah 14 tahun, kini menjadi semakin luas mencakup bayi hingga usia lanjut. KLB yang semula terbatas dengan pola lima tahunan kini menjadi KLB tanpa pola setiap waktu. Kematian paling tinggi justru ditemukan pada penduduk miskin sebagai akibat perilaku yang tidak mendukung kesehatan serta akses pada pelayanan kesehatan yang rendah.

Manifestasi demam berdarah bisa ringan atau berat dengan gejala yang tersamar hingga yang jelas. Yang bergejala dibedakan lagi menjadi Demam Dengue (DD) atu Dengue Haemorhagic Fever (DHF/DBD). Gejala DD diantaranya adalah timbulnya demam disertai sakit kepala yang berat, sakit pada sendi dan otot (atralgia dan myalgia), ruam, rasa yang tidak nyaman di perut, yang diikuti mual, muntah ataupun diare.

Yang sering terabaikan adalah adanya batuk-pilek. Dalam hal ini pasien menderita 2 jenis infeksi sekaligus yaitu influenza dan demam berdarah, sehingga dalam kondisi yang kurang menguntungkan KLB seperti sekarang ini, batuk-pilek pun tetap perlu diwaspadai sebagai sertaan DBD mengingat adanya kemungkinan gejala yang tersamar tadi.

Untuk membedakannya diperlukan pemeriksaan laboratorium, berupa pemeriksaan darah rutin. Yang dinilai adalah kadar trombosit dan uji serologis khusus untuk DB. Pasien DBD biasanya menunjukkan gejala yang lebih berat dan dapat disertai gejala perdarahan yang lebih jelas.

Selama ini pasien DBD selalu dihubungkan dengan kadar trombosit yang rendah (dibawah 100.000). Rendahnya kadar trombosit inilah yang lazimnya menjadi salah satu patokan apakah pasien harus dirawat atau tidak. Kendati harus dipahami bahwa infeksi beberapa jenis virus non-dengue pun dapat menyebabkan turunnya kadar trombosit sehingga pemeriksaan serologi DB akan membantu dalam menegakkan diagnosis.

DBD akan semakin parah bila pasien anak menderita kelainan jantung, talasemia, obesitas ataupun kelainan ginjal. Ketika anak terserang DBD, kadar hematokrit (unsur yang menentukan tingkat kekentalan darah) dan trombositnya akan berkurang sehingga dapat memperberat kerja jantung. Hal demikian dapat memperberat kondisi anak yang memiliki kelainan jantung.

Sedangkan pada anak yang menderita thalasemia, selain proses kerja jantungnya yang lebih berat, pengontrolan darah pun akan lebih sulit dilakukan sehingga diperlukan kehati-hatian dalam menanganinya. Talasemia merupakan kelainan genetika dimana umur dari sel-sel eritrosit (sel darah merah) menjadi lebih singkat, yang ukuran normalnya 120 hari lalu pecah dan diganti dengan sel yang baru. Akibatnya anak mengalami anemia (kekurangan darah). Kondisi ini dapat memperberat proses kerja jantung, selain minimnya kandungan oksigen dalam darah penderita yang membuat jantung sering berdebar-debar.

Pada penderita DBD yang mengalami obesitas, kelebihan lemak di hampir seluruh bagian tubuhnya membuat proses kerja jantung lebih berat. Seseorang dengan berat tubuh normal, pada daerah jantungnya memiliki ruang kosong agar lebih leluasa dalam bergerak.

Ketika ruang ini terasa lemak, jantung tidak bisa bergerak leluasa dalam melakukan tugasnya dengan sempurna untuk mengalirkan darah. Hal ini yang menyebabkan penderita obesitas bisanya mudah sekali lelah dan merasa tidak nyaman. Penumpukan lemak dalam pembuluh darah atau aliran darah pun sangat mungkin terjadi. Kondisi ini tentu saja dapat memperberat penderita dalam menghadapi serangan demam berdarah.

Ketika seseorang terserang DB/DBD, secara otomatis terjadi reaksi imunologis di dalam tubuh. Pada anak akan menjadikan daya tahan tubuhnya menurun seiring menurunnya kadar trombosit maupun kerusakan pembuluh darah sehingga virus atau bakteri lainnya berpeluang memunculkan penyakit rang menyertai DBD, diantaranya efusi pleura dan infeksi saluran pernafasan.

Efusi Pleura

Efusi pleura adalah adanya cairan dalam rongga pleura yang terletak diantara rongga dada dan selaput yang melapisi paru-paru. Normalnya, hanya ada selapis cairan tipis yang memisahkan lapisan tersebut. Umumnya efusi pleura akan terjadi bila DBD sudah sampai pada tahap 3 atau 4 alias sudah tergolong sangat parah. Didalam rongga tersebut bukan hanya ada cairan bening tapi juga cairan bercampur darah, nanah, cairan seperti susu serta cairan yang mengandung kolesterol tinggi akibat pecahnya pembuluh-pembuluh darah halus yang kemudian mengalirkan darahnya ke rongga pleura.

Kondisi seperti ini bisa sangat membahayakan karena bisa membuat penderita menjadi sesak nafas. Agar bisa bernafas lebih baik, penderita dianjurkan berbaring setengah duduk supaya dada berada dalam posisi tegak. Posisi ini amat membantu menghindari semakin banyaknya cairan yang menggenang.

ISPA terbagi menjadi dua yaitu ISPA bagian atas (hidung hingga ke tenggorokan) dan ISPA bagian bawah (tenggorokan hingga ke paru-paru). Penyebabnya virus maupun bakteri. ISPA bagian atas biasanya berupa batuk, pilek dan sinusitis, umumnya tidak terlalu membahayakan. Sedangkan ISPA bagian bawah seperti bronchitis dan pneumonia (radang paru) bisa sangat membahayakan karena lebih sulit untuk diatasi, apalagi bila kondisi pasien sangat lemah.

Kapan Perlu Transfusi Trombosit?

Selama terjadinya peningkatan kasus DB, permintaan trombosit di PMI meningkat tajam. Padahal transfusi trombosit sebetulnya hanya diberikan kepada pasien dengan perdarahan berat seperti muntah darah, buang air besar berdarah, mimisan terus menerus atau perdarahan yang tidak terlihat yang bisa dipantau dari penurunan jumlah trombosit yang drastis.

Trombosit sendiri merupakan komponen darah yang berperan dalam proses penggumpalan darah. Pada pasien DB, proses ini amat penting untuk menghentikan perdarahan /hemostasis di dalam tubuh. Jumlah trombosit akan menurun drastis jika terjadi perdarahan yang luas. Dikhawatirkan jumlah trombosit yang jauh di bawah normal ini tidak akan mampu menghentikan perdarahan selanjutnya hingga berakibat fatal bagi pasien.

Akan tetapi rendahnya kadar trombosit tidak serta merta membutuhkan peningkatan trombosit segera. Banyak dokter yang justru menghindari pemberian transfusi trombosit bila dirasa tidak diperlukan benar sebagai “life saving”. Contohnya, pemberian trombosit bisa ditunda bila jumlah trombosit menurun secara perlahan tanpa memperlihatkan perdarahan yang hebat.

Prinsipnya, jika tidak terjadi shock atau perdarahan yang luas, penderita cukup mendapat cairan infus kristaloid seperti cairan ringer laktat atau asering untuk menjaga volume cairan dalam pembuluh darah tetap baik. Dengan perawatan seperti ini umumnya kadar trombosit akan naik pada hari ke tujuh sejak terjadinya demam.

Dengan demikian, jelas diperlukan indikasi kuat kapan seorang pasien DBD memerlukan transfusi trombosit. Pemberian transfusi yang tidak tepat, selain sama sekali tidak bermamfaat bagi pasien, juga menimbulkan efek samping tertular penyakit seperti hepatitis, walaupun sangat jarang karena darah dari donor sebenarnya sudah melalui proses skrining.

Penatalaksanaan

Daya tahan tubuh yang tinggi sebenarnya mampu menangkis DBD. Kalaupun gigitan nyamuk Aedes aegepty sampai menimbulkan infeksi, kesembuhan akan terjadi lebih cepat. Daya tahan tubuh juga berpengaruh dalam proses kesembuhan. Semakin baik daya tahan tubuh seseorang, semakin cepat juga proses penyembuhannya. Seseorang dengan daya tahan tubuh yang bagus bisa saja terinfeksi kalau virusnya bisa tergolong ganas dengan koloni yang banyak. Namun dampaknya tidak separah mereka yang daya tahan tubuh rendah.

Cara membangun daya tahan tubuh dengan senantiasa mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna yang dicuci dan dimasak secara benar, cukup tidur sesuai kebutuhan, menghindari stress terutama bagi anak dan menjalin komunikasi yang hangat dan menunjukkan kasih sayang secara tulus.

Setiap pasien tersangka DB /DBD sebaiknya dirawat terpisah dengan pasien penyakit yang lainnya, hendaknya pada kamar yang bebas nyamuk (berkelambu). Penatalaksanaan tanpa penyulit yang lain adalah dengan istirahat total (bed rest), pemberian makanan yang lunak. Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum yang ba-nyak, obat-obatan yang bersifat simtomatis. Untuk demam yang tinggi selain dapat diberikan obat anti demam juga diberikan kompres di kepala, ketiak dan daerah inguinal. Pemberian antibiotik diperlukan bila terdapat infeksi sekunder.

Pasien DBD perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda renjatan seperti keadaan umum yang memburuk, hati yang membesar, masa perdarahan yang memanjang karena trombositopenia (trombosit yang terus menurun) dan hematokrit yang meninggi pada pemeriksaan berkala. Terapi untuk DBD dengan renjatan bertujuan utama untuk mengembalikan volume cairan intravascular ke tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai dengan pemberian segera cairan melalui infus ke intravena.

Pencegahan

Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor merupakan cara yang paling memadai. Vector dengue khususnya A. aegipty sebenarnya mudah diberantas karena sarang-sarangnya terbatas di tempat yang berisi air bersih dan jarak terbangnya maksimum 100 meter.

Ada dua cara pemberantasan vector yaitu :

1. Menggunakan insektisida
Lazim dipakai dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa (adultisida) dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion adalah dengan pengasapan (thermal fogging) atau pengabutan (cold fogging) untuk menghentikan /memperlambat penyebaran nyamuk DB dewasa.

Cara ini baru efektif jika dilakukan setiap 3-4 hari atau setidaknya 2 x berturut-turut. Dikatakan terlambat bila fogging dilakukan setelah terjadi epidemic. Sat dilakukan fogging, tutup semua bahan makanan agar tidak tercemar. Setelah itu tutup rapat-rapat jendela dan pintu rumah untuk beberapa lama agar pengasapan efektif. Hindarkan anak dari asap.

Untuk pemakaian rumah tangga dapat digunakan berbagai jenis insektisida yang beredar di pasaran misalnya golongan organofosfat, karbamat atau pyrethroid. Bila menggunakan jenis semprot, lakukan penyemprotan sekitar 2 jam sebelum masuk ruangan. Perhatikan jangan sampai kasur maupun bantal terkena semprotan zat yng berbahaya ini. Alternative lainnya berupa anti nyamuk elektrik dan anti nyamuk bakar yang digunakan hati-hati agar tidak mengganggu pernafasan.

Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan menaburkan pasir abate (sand granules) ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih. Dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1% per 10 liter air. Daya tahannya sekitar 2-3 bulan. Mamfaatnya bukan untuk rnembunuh nyamuk melainkan membunuh jentik nyamuk.

2. Tanpa insektisida
  1. Caranya adalah dengan metode 3 M (menguras, menutup bak mandi, mengubur barang bekas) karena nyamuk Aedes aegipty bertelur dan berkembang biak pada genangan air jernih dan bersih di bak mandi, tempayan, jambangan bunga, kloset, genteng, tempat minum hewan peliharaan dan dedaunan.
  2. Menguras bak mandi secara teratur, minimal seminggu sekali untuk membuang telur nyamuk yang ada. Telur dan jentik -jentik nyamuk akan bertahan 2-3 bulan sebelum berkembang menjadi larva dan akirnya berubah menjadi nyamuk dalam tempo 10 hari.
  3. Jangan biarkan akuarium /kolam kosong tanpa ikan. Isilah dengan ikan mas atau nila sebagai ikan pemakan jentik nyamuk
  4. Hindari baju-baju bergelantungan dalam rumah
  5. Bersihkan tempat-tempat gelap dan berantakan di dalam rumah seperti kolong tempat tidur, balik lemari, lipatan gorden atau atas lemari
  6. Memelihara kebersihan pekarangan karena di luar rumah nyamuk ini hidup di tempat teduh /terlindung dari sinar matahari. Hindari berada di lokasi-lokasi yang banyak nyamuk terutama di daerah yang ada penderita DBD
  7. Hindari gigitan nyamuk sekitar pukul 05.00-12.00 dan 15.00 - 17.00. Nyamuk ini aktif sepanjang siang dengan puncak serangan 2 jam setelah matahari terbit dan 2 jam sebelum matahari terbenam
  8. Penggunaan kelambu merupakan cara yang paling aman dan alami menghindari gigitan nyamuk
  9. Memasang kasa nyamuk pada seluruh bukaan rumah terutama jendela, lubang angin dan lubang lain yang memungkinkan nyamuk masuk

Kesimpulan

Lingkungan yang buruk dapat menjadi penyebab terjadinya penyakit DHF sehingga diperlukan inisiatif untuk membersihkan lingkungan oleh seluruh warga tanpa menunggu petunjuk dari pemuka masyarakat.

Pengetahuan dan pengertian yang lebih baik diperlukan masyarakat agar mampu serta berminat dalam program pencegahan penyakit ini. Peningkatan standard bangunan, mekanisme untuk meninjau kebutuhan masyarakat dalam program pencegahan, pemberdayaan masyarakat dan dukungan perlindungan untuk masyarakat ekonomi lemah, serta fasilitasi untuk partisipasi yang lebih tinggi mutlak diperlukaan.***

Oleh: dr Siti Habsyah Masri

No comments:

Post a Comment