Kanker ini tercatat sebagai kanker penyebab kematian nomor satu pada wanita di Indonesia. Hal ini sangat dipengaruhi kenyataan bahwa kebiasaan masyarakat Indonesia yang memiliki banyak anak (multiparitas), dengan jarak persalinan yang pendek dan kawin di usia muda. Diperberat lagi dengan sosial ekonomi yang rendah dan higienis lingkungan yang buruk.
Menjadi lebih menyedihkan saat mengetahui bahwa kanker serviks adalah kanker yang terkontrol. Hal ini dibuktikan oleh fakta bahwa :
- Pada kanker serviks terdapat kelainan pra kanker yang pertumbuhannya lambat dan bisa ditanggulangi dengan biaya yang murah dengan tingkat kesembuhan tinggi. Dengan ini, sekali kanker dapat terdeteksi di fase awal pertumbuhannya, sebenarnya harapan untuk sembuh adalah sangat besar.
- Kelainan pra kanker itu ternyata dapat dideteksi dengan metode skrining yang murah, sederhana dan akurat. Metode itu antara lain pemeriksaan Pap’s Smear dan Visualisation Of Acetic Acid Application Test (VAT).
Lantas, mengapa insiden kanker serviks masih tetap tinggi dalam beberapa tahun terkahir? Ternyata masih banyak wanita yang enggan melakukan pemeriksaan dini tersebut. Mereka tidak mau karena masih memiliki cara pandang bahwa dengan pemeriksaan ini kemungkinan besar dirinya akan ketahuan menderita kanker.
Banyak wanita merasa belum siap jika akhirnya benar didiagnosa menderita kanker leher rahim. Padahal sebenarnya Pap’s Smear bertujuan menemukan kelainan pra kanker sedini mungkin. Bukan kanker itu sendiri. Paradigma inilah yang harus diperbaiki perlahan-lahan di masyarakat kita.
Sembari melakukan berbagai upaya edukasi untuk merangsang kemauan masyarakat melakukan pemeriksaan dini kanker serviks, tentunya tetap harus ada upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka kejadian kanker yang dikenal dengan gejala khas berupa keputihan dan sangat bau ini.
Upaya tersebut tidak lain adalah dengan vaksinasi terhadap infeksi virus Human papillomavirus (HPV). Kenapa vaksin HPV? Karena ternyata setelah berbagai penelitian dilakukan, bahwa infeksi virus ini berkaitan erat dengan tumbuhnya kanker serviks pada wanita.
Apa itu HPV?
HPV adalah singkatan dari Human papillomaviruses, dan merupakan kelompok virus yang terdiri dari sekitar 100 jenis virus. Istilah papillomaviruses merujuk pada papiloma atau kutil (wart). Infeksi HPV ini sebenarnya menyebabkan kutil, yang bisa timbul di tangan, kaki, tenggorokan, dan juga sekitar alat kelamin.
Namun ada sebagian kecil jenis HPV tertentu yang punya sifat oncogenic, yakni merangsang terbentuknya kanker. Dengan kemampuan ini maka virus dapat menyebabkan kanker, diantaranya kanker serviks. Seorang wanita dapat terkena risiko kanker serviks hanya kalau infeksi HPV itu diderita secara terus menerus tanpa pernah hilang selama bertahun-tahun.
Tipe Human papillomavirus cukup beragam. Dari 100 tipe HPV, hanya 30 di antaranya yang berisiko kanker servik. Adapun tipe yang paling berisiko adalah HPV 16, 18, 31, dan 45. Di Asia dan Indonesia, tipe 18 lebih banyak ditemukan.
Beberapa faktor yang dapat mempermudah terinveksi virus HPV yaitu menikah atau memulai aktivitas seksual pada usia muda (kurang dari 18 tahun), berganti-ganti pasangan seks (pasangan wanita tersebut maupun pasangan suaminya), wanita melahirkan banyak anak, sering menderita infeksi di daerah rahim, dan wanita perokok yang mempunyai resiko dua kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok.
Vaksinasi HPV
Sama dengan imunisasi, vaksinasi merupakan upaya memberikan kekebalan pada tubuh terhadap suatu penyakit. Ibarat computer, tumbuh sebenarnya telah memiliki mesin anti virus. Namun untuk bekerja, antivirus ini harus dikenalkan dengan virus-virus apa saja yang harus dibasminya. Begitulah ilustrasi sederhana cara kerja vaksinasi.
Dalam vaksinasi HPV, targetnya adalah memberikan kekebalan alami dalam tubuh agar tidak terserang infeksi HPV. Vaksin HPV terbukti efektif hanya jika diberikan pada orang yang belum pernah terkena infeksi HPV, karena itu dianjurkan pada saat seseorang belum aktif secara seksual.
Setelah melewati riset yang cukup panjang, akhirnya pada 29 Juni 2006, U.S Food and Drug Administration (FDA) - suatu badan internasional yang melegalisasi produksi obat-obatan dan vaksin - mengesahkan vaksin pertama dalam mencegah kanker servik dan penyakit lain yang terkait dengan HPV. Vaksin ini dikenal dengan sebutan quadrivalent vaccine, efektif melawan 4 tipe HPV (6,11,16, 18). Empat tipe yang menyebabkan 70 persen kanker serviks.
Vaksin ini terutama dianjurkan diberikan untuk wanita umur 13 - 26 tahun yang belum pernah divaksinasi atau yang belum diberi vaksinasi lengkap.Berdasarkan penelitian yang ada sampai sekarang, FDA) memperbolehkan vaksin ini diberikan untuk wanita umur 9 - 26 tahun. Idealnya, vaksin diberikan sebelum debut seksual pertama.
Cara Memberikan Vaksin
Penyuntikkan Vaksin HPV dilakukan sebanyak satu seri yakni 3 kali pada bulan ke 0, ke 2 dan ke 6. Penyuntikan dilakukan di otot lengan atas. Cara kerja dari vaksin ini dengan merangsang antibodi respon kekebalan tubuh terhadap HPV dimana antibodi ditangkap untuk membunuh HPV sehingga virus HPV tidak dapat masuk ke leher rahim (serviks).
Satu seri vaksinasi HPV menyebabkan wanita mempunyai kekebalan (immunity) selama kira-kira 5 tahun. Sampai saat ini masih dilakukan penelitian untuk mengetahui lebih pasti berapa lama kekebalan ini dapat bertahan, demikian juga masih diteliti apakah wanita yang sudah divaksinasi perlu diberi suntikan ulangan (booster),
Untuk melakukan vaksin HPV harga yang harus dibayar setiap kali melakukan vaksin sangat mahal yakni sekitar Rpl,3 juta. Tapi harga ini tidak sebanding dengan biaya jika di kemudian hari menderita kanker serviks.
Efek Samping dan Bahaya Vaksin
FDA telah menyatakan bahwa vaksin HPV ini aman dan efektif. Vaksin ini sudah dites pada ribuan wanita usia 9-26 tahun di seluruh dunia. Hasil penelitian tidak menunjukkan bahwa vaksin ini menyebabkan efek samping yang serius. Efek samping yang sering timbul berupa nyeri sementara di tempat suntikan.
Efek samping yang pernah dilaporkan berupa :
Nyeri pada daerah suntikan (>83.9 %). Bengkak pada daerah suntikan (>25.4 %). Merah pada daerah injeksi (>24.6 %), Demam (>13 %), Mual (>6.7 %), Pusing (>4%), Diarrhea (> 3.6%), Efek samping lainnya yang kurang dari 1% : mual, muntah, batuk, sakit gigi, tidak enak, nyeri sendi, insomnia, dan hidung tersumbat.
Vaksin HPV tidak boleh diberikan pada wanita hamil karena mungkin membahayakan perkembangan janin dalam kandungan. Kalau seorang wanita sedang hamil, maka dia baru boleh divaksinasi setelah bayinya lahir. Kalau seorang wanita baru tahu kalau dia hamil setelah diberi vaksin suntikan pertama, maka setelah bayinya lahir, dia baru boleh meneruskan dengan suntikan vaksin seri kedua dan tiga.
Vaksin boleh diberikan pada wanita menyusui dan pada mereka dengan penyakit akut ringan (misalnya diare atau gangguan saluran napas atas ringan, dengan atau tanpa demam).
Dengan tegas pertanyaan ini penulis jawab dengan ya dan tidak.
Ya, dalam arti bahwa vaksin ini dapat melindungi seseorang yang divaksinasi hampir 100% terhadap 4 jenis virus HPV. Vaksin yang sekarang sudah dipasarkan termasuk di Amerika Serikat, yaitu Gardasil, berisi komponen virus yang dapat menimbulkan antibodi terhadap 4 jenis virus HPV. Vaksin ini sangat efektif untuk wanita muda yang belum pernah terkena infeksi HPV, dan dapat mencegah 70% penyebab kanker serviks dan mencegah 90% penyebab kutil genital. Vaksin ini tidak dapat mengobati mereka yang sudah kena infeksi HPV.
Tidak, dalam arti bahwa wanita yang sudah divaksinasi bukan berarti sama sekali tidak dapat terkena kanker serviks, karena masih dapat terkena kanker serviks akibat 30 persen virus yang tidak diproteksi oleh vaksin. Disamping itu, kanker serviks bukan hanya disebabkan oleh HPV saja, tapi juga dapat disebabkan faktor-faktor lain.
Seperti dijelaskan di atas, vaksin HPV tidak melindungi seorang wanita terhadap semua jenis HPV, karena itu Pap’s Smear untuk skrining kanker serviks tetap harus dilakukan dan sangat penting untuk mendeteksi kanker serviks atau perubahan prekanker Pap’s Smear terutama penting untuk wanita yang tidak divaksinasi atau yang telah terinfeksi HPV. Meski telah divaksinasi, petugas kesehatan harus tetap menyarankan agar dilakukan upaya proteksi dalam berhubungan seksual. Misalnya dengan membatasi jumlah pasangan dan menggunakan kondom
No comments:
Post a Comment